IDI Diminta Selidiki Kasus Bayi Danendra, Pihak RS Bilang Sementara Audit

  • Bagikan
Ilustrasi IDI

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-- Ikatan Dokter Indonesia (IDI) diimbau turun tangan menyelidiki kasus kematian bayi Danendra Atharprazaka Nirwan. Pihak berwenang juga mesti menyelidiki tiap tahap dalam proses penanganan sang anak. Hal itu agar membuat kasus ini terang-benderang.

Dokter Spesialis Anak Dr dr Bob Wahyudin SpA IBCLC CIMI mengatakan dalam penanganan pasien tidak ada perbedaan signifikan antara pasien anak dan dewasa.
Penanganannya tetap sesuai dengan prosedur atau standar profesi.

Memperjelas supervisi dan instruksinya. Juga medical report-nya. Tercatat pula siapa yang melakukan tindakan, tindakan apa, dan apa yang dimasukkan. Kesemuanya itu, jelas dr Bob, harus ada. Bukan sebatas pada pasien anak.

Bedanya, kalau orang dewasa dapat dimintai komentar selama sadar. Sementara pada anak orang tuanya akan dikasih tahu. "Sesuai standarlah, standar profesi," kata dr Bob.

Human error bisa saja terjadi, tetapi harus ada penyelidikan. Pasalnya, sumber informasi yang didapatkan dari media ialah dari orang tua, maka perlu perimbangan informasi.

"Bisa salah, bisa benar. Harus di-cross check secara benar. Karena tidak mungkin sama-sama benar. Jika orang tua katakan itu obat lain dimasukkan ke anaknya, maka harus ada penyelidikan," terangnya.

Bukan soal ia meninggal atau tidak. Lantaran malapraktik medis itu bukan dilihat dari akibatnya, tetapi dari prosesnya.

"Nah, makanya, penekanannya apakah berjalan sesuai prosedur?," tanyanya, memastikan.

Pun, mustahil jika perawatnya sengaja melakukan itu. Kini, semuanya masih asumsi. Dugaan masing-masing pihak-pihak masih 50:50.

Jika benar ada kelalaian, harus ada sanksi. "Tetapi harus ada proses penyelidikan. Semua proses harus dilakukan dalam penyelidikan," tekannya.

Sebaliknya asumsinya obat B ke A belum tentu juga obat A ke B. Karena yang menjadi kesaksian orang tua ialah A disuntikkan ke B. Jadi tidak boleh juga dikatakan dua-duanya meninggal akibat salah obat.

Mantan Direktur Utama RS Unhas Prof Alimin Maidin MPH mengatakan semua itu ada protokolnya. Jadi perawat tidak sembarangan kerja. Aktivitasnya berdasarkan perintah.

Jadi kalau salah suntik, guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unhas ini mempertanyakan bagaimana bisa diketahui. Apalagi pasien sudah pasti dilihat keadaannya sebelumnya dan ditentukan bagaimana tindakannya.

"Dari IDI yang harus turun tangan itu. Belum tentu kejadiannya seperti itu, jangan sampai pasien yang memang sudah sekarat, kan?" ungkapnya.

Penjelasan RSWS

Subkoordinator Humas Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Wahidin Sudirohusodo Makassar Aulia Yamin mengatakan meninggalnya Danendra yang diduga akibat salah suntik obat belum bisa dibuktikan.

"Karena obat yang disuntikkan ke tubuh pasien sama-sama golongan antibiotik," katanya.

Saat ini pihak rumah sakit mengadakan audit. Proses itu dilakukan oleh tim dengan melibatkan semua pihak yang terkait.

"Karena memang pasien ini telah dirawat lima hari di rumah sakit," bebernya.

Direktur Utama RSUP dr Wahidin Sudirohusodo Prof Syafri Kamsul Arif menegaskan bahwa proses audit itu dilakukan untuk mengetahui lebih jauh kondisi sebenarnya.

"Adik bayi ini keadaannya dengan berbagai penyakit. Di antaranya pneumonia, mikrocefal, dan sudah tertunda beberapa kali untuk dioperasi," bebernya.

Saat ini pihaknya telah menjalankan proses analisis akar penyebab atau root cause analysis (RCA). "Jika ada prosedur yang tidak diikuti, kami akan beri sanksi tegas," ucapnya.

Selain itu, pihaknya telah ke rumah pasien bertemu dengan keluarga. Pihaknya memberi penjelasan lebih detail terkait kondisi. Katanya mereka diterima dengan baik.

Sebelumnya, bayi Danendra Atharprazaka Nirwan diduga menjadi korban malapraktik. Bayi satu bulan 26 hari itu meninggal di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr Wahidin Sudirohusodo, Makassar, Selasa, 19 Juli. Jenazah dimakamkan di halaman rumah orang tuanya di Desa Tamanyeleng, Kecamatan Barombong, Gowa. (bus-sal/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan