Dalam Pasal 94 ayat (1) dan ayat (2) Permen tersebut menyebutkan bahwa ketua pelaksanaan pengadaan tanah membentuk satuan tugas (satgas) pelaksana pengadaan tanah.
Selanjutnya, pada pasal 104-106 menerangkan bahwa hasil inventarisasi dan identifikasi dari satgas berupa peta bidang tanah dan daftar nominatif diserahkan ke ketua panitia pengadaan tanah.
"Penyerahan tersebut menyertakan berita acara hasil inventarisasi dan identifikasi yang dijadikan dasar pemberian ganti kerugian," lanjut advokat LBH Makassar itu.
Dari data tersebut, lanjut Ady, nantinya diumumkan oleh panitia pengadaan tanah di kantor Kelurahan atau Desa.
Namun dalam kasus pembangunan Bendungan Paselloreng di Wajo, sebagian besar warga tidak mendapat penjelasan terkait status tanah miliknya.
"Setelah dilakukan pengukuran tanah warga oleh satgas pengadaan tanah pada tahun 2015, panitia pengadaan tanah tidak memberikan penjelasan kepada Sebagian besar warga atas status tanah miliknya," ucapnya.
Sehingga banyak warga yang hingga saat ini masih melakukan aksi protes atas pembangunan Bendungan Paselloreng.
Masyarakat mempertanyakan kejelasan objek dan subjek penerima ganti rugi. Namun, BPN Wajo masih belum membuka peta lokasi pengadaan tanah dan peta bidang tanah.
Harusnya, dengan selesainya peresmian Bendungan Paselloreng, sudah tidak ada lagi permasalahan yang muncul. Tapi, kenyataanya, justru muncul banyak persoalan.
LBH Makassar beranggapan jika proses pengadaan tanah dilakukan secara terbuka dan partisipatif, mungkin protes masyarakat yang merasa dirugikan tidak akan muncul.