FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Maraknya isu kenaikan harga BBM bersubsidi ditenggarai kemungkinan membengkaknya beban subsidi sekitar Rp600 triliun pada akhir tahun 2022.
Hal ini disampaikan sebelumnya oleh Manteri Investasi, Bahlil Lahadalia. Ia meminta kesiapan masyarakat untuk menghadapi kebijakan pemerintah yang belakangan memilih untuk menaikkan harga BBM bersubsidi.
"Rasa-rasanya untuk menahan terus dengan harga BBM seperti sekarang, feeling saya harus kita siap-siap kalau katakanlah kenaikan BBM itu terjadi," pinta Bahlil saat Konferensi Pers Perkembangan Pencabutan IUP di Kementerian Investasi, Jakarta, Jumat (12/8/22), dikutip dari Bisnis.com
Lebih lanjut, Bahlil menyebut di tengah harga minyak mentah dunia masih bertengger di angka rata-rata US$105 per barel, diakuinya pemerintah memiliki keterbatasan fiskal untuk tetap memberikan subsidi tersebut.
Lantas, sejauh mana publik mengetahui bahan bakar minyak diimpor (dibeli dari luar negeri) dengan harga pasar dunia?
Baru-baru ini, lembaga survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis hasil survei terbaru yang menampilkan data bahwa hanya 29 persen publik yang tahu bahan bakar minyak yang dikonsumsi Indonesia sebagian besar di beli dari luar negeri.
"Survei SMRC menemukan hanya 29 persen publik yang tahu bahwa sebagian bahan bakar minyak (BBM) yang dikonsumsi di Indonesia sebagian besar diimpor atau dibeli dari luar negeri dengan harga pasar dunia," ungkap Deni Irvani.
Lebih lanjut, Direktur Riset SMRC, Deni Irvani menunjukkan mayoritas publik di Indonesia tidak mengetahui bahwa bahan bakar minyak dibeli dari luar negeri (impor).