"Iya (pelanggaran HAM biasa), tapi bisa serius enggak? (Pasal) 340 bahkan bisa dihukum mati, dulu unlawful killing itu bisa gitu, unlawful killing kejahatan pidana berat sebetulnya, tapi tidak masuk state crime," kata Ahmad.
"Walaupun ini aparatur negara, ini beberapa orang yang melanggar aturan saja," tambahnya.
Ahmad Taufan lebih lanjut menyamakan kasus tewasnya Brigadir J dengan kasus tewasnya Laskar FPI di KM 50 Tol Cikampek.
Bagi Ketua Komnas HAM itu, kedua insiden tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat.
"Ini sama juga, mengapa dulu kasus Km 50 tidak kami simpulkan sebagai kasus pelanggaran HAM yang berat," terang Ahmad.
"Karena tidak ditemukan unsur state crime di dalamnya. Karena itu, kami sebut unlawful killing," sambungnya.
Berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, hanya pelanggaran HAM berat yang dapat dibawa ke pengadilan HAM ad hoc.
Ahmad Taufan menuturkan kasus pelanggaran HAM berat salah satu contohnya adalah kasus Paniai, Papua, dan kasus Aceh.
"Itu yang dinamakan pelanggaran HAM berat. Jadi kejahatan negara, ada desainnya, ada komandonya, ada strukturnya, dalam satu periode tertentu," beber Ahmad.
"Melakukan serangan ke masyarakat sipil, baik dalam bentuk pembunuhan, kekerasan, pembakaran, pengusiran, terhadap satu kelompok masyarakat sipil tertentu, kan unsur-unsur tersebut tidak dipenuhi dalam kasus tersebut," tutupnya. (fin)