Rektor Universitas Patria Artha ini memaparkan, setiap program pemerintah harus memiliki output yang jelas. Apalagi yang mengelola F8 tahun ini adalah pihak ketiga.
Ia mempertanyakan pendapatan yang sah dari program ini masuk ke kas daerah atau tidak. "Karena apapun itu yang dibuatkan SK atau kerja sama, harus masuk juga ke kas daerah. Tidak boleh seenaknya saja. Apalagi ini fasum yang dipakai," terangnya.
Pihak ketiga yang ditunjuk untuk mengelola Makassar International Eight Festival and Forum (F8), kata Bastian, jelas menggunakan fasum (fasilitas umum) dan fasos (fasilitas sosial) yang notabene milik masyarakat.
Menurutnya, ada risiko fasos bisa rusak yang berujung pada pembiayaan kembali oleh daerah. Belum lagi, masyarakat dibatasi untuk bisa menikmati pesta rakyat tersebut. Biaya masuk yang dibebankan tidak sedikit. Justru merugikan masyarakat.
"Misalnya mati rumput di sana. Ini kan ada pembiayaan dari pemerintah juga. Kemudian sampahnya. Jadi sangat minim sekali multipler effectnya untuk masyarakat," bebernya.
"Makanya tidak seenaknya saja kepala daerah mengambil suatu kebijakan. Jadi (event) ini harus masuk juga ke kas daerah. Karena yang membiayai itu daerah (penggunaan fasum dan fasos)," lanjut dia.
Sebelumnya, Wali Kota Makassar, Danny Pomanto mengatakan, Makassar F8 adalah muara ekonomi, muara industri kreatif, termasuk para UMKM.
“Tidak lengkap event internasional tanpa kebermanfaatan bagi UMKM kita, makanya setiap tahun kita beri ruang termasuk tahun ini,” ungkapnya, Rabu (31/08) lalu dalam keterangan tertulis yang diterima. (uca/fajar)