Eksistensi Bissu di Sulsel, Diakui Dunia Diabaikan Pemerintah

  • Bagikan
Pimpinan Bissu Bone, Puang Matowa Ancu (tengah)

Angel menyebutkan soal membawa baki sudah menjadi aturan adat. Bissu menawarkan berbagai solusi makanya bermohon di Dinas Kebudayaan, kalau tidak mau melihat berpakain baju bodoh, ada banyak pakaian lain dan juga tidak merias. Namun pada akhirnya, proses itu malah diberikan kepada Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra).

"Kami sudah tawarkan beberapa solusi, tidak ada kejelasan. Soal Pak Gubernur yang larang saya pernah mendengar tapi tidak meyakini," ungkapnya.

Polemik di HJB ke-692 adalah puncak ketidakberpihakan pemerintah terhadap budaya yang justru telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda sejak tahun 2011. Saat itu, Pemkab Bone sendiri melalui Dinas Kebudayaan Bone yang berhasil mendaftarkan Tari Sere Bissu Maggiri sebagai warisan budaya tak benda.

Di tahun 2020 kemarin, Pemkab Bone bahkan mendapatkan penghargaan atas tahapan ritual yang oleh UNESCO masuk sebagai warisan budaya tak benda pada 2020 lalu. Namun, warisan budaya tak benda itu justru tidak melibatkan Bissu.

Puang Matowa Ancu yang memiliki nama asli Syamsul Bahri itu membeberkan bagaimana sikap pemerintah terhadap keberadaan mereka. Mulai dari dukungan untuk berkegiatan hingga bantuan sosial.

"Hampir sudah tidak ada, saat ini kami berjuang sendiri untuk tetap bertahan. Jangankan bantuan dana, kesempatan untuk tampil di kegiatan-kegiatan resmi saja sudah ditiadakan," ungkapnya.

Untuk bertahan, Puang Ancu dan kawan-kawan mengaku mengandalkan pekerjaan sampingan. Ada yang berprofesi sebagai perias pengantin hingga membuka salon. Selain itu, uang yang mereka didapat saat dipanggil untuk hajatan oleh keluarga bangsawan disisihkan untuk kelangsungan kegiatan bissu lainnya.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan