Nyatanya pokir yang dijanjikan, hingga pertengahan tahun 2022 jauh panggang dari api. Janjinya pokir 2 Milyar, yang direalisasikan hanya ratusan juta. Bahkan hingga saat ini, infonya masih ada anggota dewan yang belum mendapatkan anggaran pokir untuk masyarakatnya tersebut.
“Kebayang enggak malunya para wakil rakyat, janji aspirasi mereka ditagih oleh masyarakat. Kemungkinan masyarakat sudah mengukur-ngukur, merancang-rancang, bahkan menghitung anggaran kebutuhan aspirasi tapi pokirnya tidak cair semua,” beber Asep.
Dari situlah kemungkinan munculnya perseteruan awal antara Eksekutif dan Legislatif, para anggota Dewan menilai gerbong Bupati (eksekutif) ingkar janji atas anggaran pokir yang janjinya akan memberi 2 Milyar per anggota dewan.
Sementara di kubu eksekutif atau bahkan Bupati sendiri berkomunikasi secara politisnya buruk, sehingga masalah itu tidak bisa diselesaikan. Atas hal itu, para wakil rakyat akhirnya memiliki catatan sendiri atas raport merah eksekutif tersebut.
“Pas disaat yang sama, Dedi Mulyadi sering bertemu dengan beberapa para anggota DPRD Purwakarta. Padahal, anggota dewan yang ditemui Dedi itu merupakan loyalisnya walaupun lintas partai,” terang Asep, yang selalu mengikuti perkembangan politik di Purwakarta.
Disinilah kemungkinan besar pembisik-pembisik mulai melancarkan aksinya, baik itu yang berada di lingkaran Bupati Purwakarta maupun pembisik-pembisik yang diluar lingkaran bupati.
“Bisa saja kan mereka membisiki bupati, mulai memainkan peran yang ekstrim, mengaitkan kegagalan rapat paripurna karena kehadiran Dedi Mulyadi yang sering bertemu dengan beberapa anggota DPRD,” tambah Asep.