Lebih lanjut disebutkan, pengusiran oleh polisi tentu tidak berlangsung dengan sopan santun. Polisi tentu harus menghardik dengan ancaman pentungan.
“Pada awalnya semua berjalan terkendali, tapi ketika mulai terjadi benturan dengan polisi, kondisi menjadi memanas. Lebih banyak lagi gelombang suporter yang menyerbu. Mereka juga mulai melakukan tindak pelemparan ke arah polisi. Polisi buru-buru menggiring para pemain Arema ke luar stadion, polisi juga mulai menyelamatkan pemain Persebaya yang ternyata mulai juga diserang penonton. Sementara di dalam stadion, polisi menembakkan gas air mata,” bebernya.
Lebih jauh, dia menjelaskan, pada awalnya gas air mata hanya diarahkan pada mereka yang menyerbu ke tengah lapangan, tapi ketika para suporter liar itu pantang mundur, polisi mulai mengejar sampai ke pinggir lapangan. Ketika itulah tembakan gas air mata polisi sampai ke tribun penonton.
Itulah kemudian yang membuat penonton panik. Menurutnya para supporter menyangka polisi akan mengejar mereka, mereka berlarian keluar.
“Tapi nahasnya mereka menemukan bahwa sejumlah pintu stadion belum terbuka. Dalam kondisi itu lah tragedi saling gencet, saling injak terjadi. Kita semua tentu prihatin, tapi pertanyaan saya, apakah polisi layak dipersalahkan? Dan jangan lupa, ada dua anggota kepolisian yang juga tewas. Mungkin sekali karena dikeroyok, saya percaya polisi tidak melanggar prosedur, masalahnya ada pada kelakuan para supporter,” tandasnya. (selfi/fajar)