Pembahasan UMP 2023 Kembali Alot, Begini Respons Pemprov dan DPRD Sulsel

  • Bagikan
Graifs rencana kenaikan UMP 2023

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-- Pembahasan besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) 2023 sepertinya akan kembali alot. Tarik ulur antara buruh dan pengusaha kembali terjadi. Buruh mengusulkan 13 persen, sementara pengusaha berharap cuma naik 5 persen.

Soal aspirasi buruh dan pengusaha, pemerintah sendiri belum bisa memberikan gambaran yang signifikan terkait kenaikan UMP. Alasannya, pembahasan baru akan dilakukan bulan depan.

Dalam penentuan UMP 2023, pemprov memang tengah menimbang dengan matang isu-isu yang terjadi saat ini, utamanya persoalan kenaikan BBM.

Sejauh ini, aspirasi dari para buruh telah masuk.
Mereka meminta ada kenaikan mulai dari 20 persen hingga 30 persen.

"Tuntutannya rata-rata begitu, itu kalau mereka unjuk rasa, kita dialog rata-rata itu permintaannya begitu," terang Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sulsel, Ardiles Saggaf.

Seyogianya untuk indikator kenaikan ini telah diatur dengan runut dalam UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, kemudian turunannya pada PP 36 tahun 2021 tentang Pengupahan.

"Jadi dalam menentukan itu ada beberapa. Yang pertama inflasi, kemudian (kedua) pertumbuhan ekonomi, ketiga rata-rata konsumsi rumah tangga, kemudian rata-rata anggota rumah tangga yang bekerja," terangnya.

Hal ini secara rinci akan terdata di data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS). Pemprov masih menunggu data ini dikeluarkan. Rencananya akan diberikan pada November.

Setelahnya masih ada rumusan perhitungan yang telah diatur hingga menghasilkan angka yang paling sesuai.

"Jadi tidak bisa kita tentukan sekian persen naiknya. Kita tergantung data, kalau data bilang harus naik, ya, pastilah kita kasi naik. Kalau persentasenya cuma 5 persen, ya, cuma segitu," sambungnya.

Di dalam PP, ada ambang batas atas dan bawah. Pemerintah tidak bisa seenaknya menetapkan di atas ambang batas atas. Kalau dilakukan, akan ada sanksi dari pusat.

Ardiles memastikan, dalam menetapkan UMP, pihaknya menjamin independensi Disnaker. Tak ada keberpihakan dan pengaturan. Hanya berdasarkan data dari BPS.

"Kita sebagai pemerintah itu ada di tengah-tengah, jadi tidak merugikan pengusaha, dan tidak merugikan buruh," jelasnya.

Semisal jika mengambil kenaikan yang tinggi, akan berdampak ke perusahaan, yang imbasnya akan terjadi PHK besar-besaran akibat perusahaan yang tak mampu membayar pekerjanya.

Di satu sisi pihaknya juga memahami kenaikan BBM ini sangat berdampak pada ekonomi buruh. "Harga naik, belum lagi inflasi, jadi di satu sisi memang kalau dilihat ini harus naik, tetapi kembali lagi ke data," tandasnya.

Tanggapan Dewan

Soal ragam usulan itu, anggota Komisi E DPRD Sulsel, Selle KS Dalle menilai ini harus kembali ke kesepakatan bersama antara pengusaha dan karyawan.

"Jadi bukan soal naik signifikan, ini forum bersama, forum triparti memutuskan. Pasti, kan, masing-masing memaparkan kondisi riil yang dialami," katanya.

Intinya hal ini harus benar-benar tidak merugikan salah satu pihak. Apa pun yang menjadi keputusan adalah keputusan bersama, tidak sepihak.

Selain itu ini juga harus transparan dan benar-benar demokratis. Selle sempat mengkritisi Dinas Ketenagakerjaan yang sempat mengusulkan pembahasan dilakukan di luar daerah. Bukan di Makassar.

"Di rapat kita ingatkan, silahkan yang penting pertimbangannya betul cari suasana lain, bukan menghindari tekanan publik," katanya.

Dia meminta agar ini benar-benar dikaji dengan baik, agar tak ada riak-riak yang terjadi nantinya. (bus-an/zuk-dir)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan