Kemenkes lalu melakukan analisis toksikologi untuk melihat dampak buruk dari zat kimia yang masuk dalam tubuh. Setelah dilakukan pengujian pada darah sepuluh anak yang terpapar AKI, ada tujuh yang mengandung EG dan DEG.
Langkah lainnya dengan memeriksa pasien yang meninggal melalui biopsi atau pengambilan sampel. Yang diambil adalah bagian ginjal. "Setelah kami cek, 100 persen memang terjadi kerusakan ginjal sesuai ciri ciri yang disebabkan zat kimia ini," imbuh Budi.
Upaya lainnya, Kemenkes mendatangi rumah pasien yang memiliki gejala AKI. Ini untuk melihat obat apa yang digunakan atau pernah diminum. “Di rumah pasien, ditemukan sebagian besar obat-obatan yang mengandung senyawa itu,” ucapnya.
Dengan beberapa langkah yang sudah dilakukan Kemenkes, Budi menyimpulkan obat yang mengandung EG dan DEG menjadi biangnya. EG dan DEG ini merupakan cemaran dari propilena glikol, polietilena glikol, sorbitol, dan gliserin atau gliserol. Sebenarnya cemaran EG dan DEG tidak bisa dinolkan.
Akan tetapi, sesuai dengan Farmakope dan standar baku nasional, ambang batas aman atau tolerable daily intake (TDI) untuk cemaran EG dan DEG adalah 0,5 mg/kg berat badang per hari. Beberapa hari lalu, Kemenkes telah melarang penggunaan seluruh obat yang berbentuk sirop. Larangan ini efektif. Sebab, ada penurunan jumlah pasien yang masuk ke rumah sakit.
Penjelasan BPOM
Saat bersamaan dengan mencuatnya kasus AKI, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga melakukan pengujian obat-obatan yang diduga ada cemaran EG dan DEG. Sejauh ini, dua industri farmasi akan ditindaklanjuti ke ranah pidana.