UMP Tidak Naik, Berpotensi Picu Inflasi

  • Bagikan
Graifs rencana kenaikan UMP 2023

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR--Seiring dengan naiknya bahan bakar minyak (BBM) subsidi, serikat buruh turut memberikan respons. Kenaikan upah minimum menjadi tuntutan utama.

Daftar upah minimum kabupaten/kota atau yang saat ini dikenal dengan dengan UMK sejatinya digunakan sebagai dasar penentuan upah pekerja.

Diketahui, selama dua tahun terakhir Upah Minimum Provinsi (UMP) Sulsel belum mengalami perubahan.

UMP Sulsel 2022 ditetapkan oleh pemprov sebesar Rp3,1 juta. Jumlah ini masih nyaris angka yang sama dengan UMP tahun sebelumnya. Di Makassar, ditetapkan UMK sebesar Rp3,29 juta.

Di sisi lain, serikat buruh terus menggalakkan aksi menuntut gaji yang lebih layak. Salah satunya melalui kenaikan UMP-UMK itu. UMP merupakan acuan menetapkan UMK, sehingga UMP dahulu disahkan, menyusul UMK.

Terkereknya harga kebutuhan pokok serta biaya produksi menjadi dampak lain kenaikan BBM, dengan pendapatan yang belum dapat penyesuaian ini akan memberi pengaruh terhadap daya beli masyarakat. Termasuk oleh para pekerja.

Dosen Ekonomi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM) Murtiadi Awaluddin menjabarkan penurunan daya beli cepat akan lambat akan menekan laju pertumbuhan ekonomi.

Perputaran ekonomi akan melambat seiring dengan tidak seimbangnya penerimaan dan kebutuhan pekerja.

"Memang serba salah. Jika tidak dinaikkan, potensi tekan laju ekonomi (inflasi). Jika dinaikkan seenaknya, tentu akan berdampak juga di dunia usaha," terangnya, kemarin.

Duduk bersama menjadi sebuah solusi yang bisa dilakukan jika memang keadaan mengharuskan ada kenaikkan. Penyesuaian UMP harus diutamakan, sehingga menjadi dasar keseimbangan atas kenaikan harga yang telah terjadi sebelumnya.

Kenaikan UMP dengan pertimbangan yang baik dinilai akan menekan pergeseran akan dampak kebijakan yang saat ini mengguncang perekonomian.

"Harus perhatikan beban dan kondisi masing-masing perusahaan, sehingga itu menjadi dasar berapa persen kenaikan yang bisa diikuti oleh semua perusahaan. Sehingga, titik tengah tuntutan pekerja dengan sikap perusahaan bisa ditemukan," terang Murtiadi.

Pertimbangan masukan dari tiap pihak, baik perusahaan, stakeholder dan pekerja menjadi hal lain yang harus dipertimbangan. Sehingga, kebijakan yang dilakukan bisa menyenangkan setiap pihak.

"Yang utama harus menemukan garis pertemuan yang diinginkan perusahaan dan yang dimau pemerintah, jadi tidak ada lagi protes-protes," tutupnya.

Pengamat ekonomi Universitas Muslim Indonesia (UMI) Syamsuri Rahim menyebut, penyesuaian terhadap UMP dan UMK memang dibutuhkan. Terutama menyangkut regulasi. Kinerja perusahaan dan pekerja sebaiknya dievaluasi.

"Evaluasi dahulu yang utama, apakah dibutuhkan atau tidak kenaikannya, karena sisi lain itu adalah hak pekerja untuk mendapatkan upah sesuai dengan regulasi," terang Syamsuri.

Hal ini harus dilakukan pada penentuan UMK-UMP 2023. Tujuannya agar penyesuaian antara gaji yang diberikan dengan kebutuhan kehidupan pekerja bisa terus seimbang mengikuti perkembangan pasar.

Adanya regulasi yang mengatur lebih dahulu naiknya upah minimum dinilai sebagai "harapan baru" bagi pekerja. Sebab, setidaknya ada aturan yang mengatur standar upah minimum.

Jika memang perusahan tidak dapat menyesuaikan akibat kondisi keuangan yang tidak memungkinkan, itu merupakan permasalahan lain.

"Kan, masih banyak perusahaan yang mampu, yang penting penyesuaian regulasi terlebih dahulu. Mungkin ada perusahaan yang bisa ikuti penuh, ada yang hanya mampu naikkan berapa persen saja, setidaknya disesuaikan," lanjutnya.

Transparansi kondisi juga harus dilakukan, baik oleh perusahaan maupun pemegang kebijakan. Hal-hal yang menjadi alasan kenaikan harus disebutkan, begitupun penyebab tidak naiknya. Agar, baik pekerja maupun perusahaan dapat mengerti hak dan tanggung jawab.

Hubungan imbal balik menjadi faktor utama. Perusahaan harus mengerti bahwa pekerja mempunyai peran baik dalam menjalankan roda bisnis perusahaan, terkhusus dalam mendapatkan keuntungan. Kesadaran penuh harus dimiliki, sehingga tidak jomplang antara keuntungan dengan pembayaran upah yang dibutuhkan.

"Saat ini eranya tidak sekadar bekerja tanpa nilai. Perusahaan harus jujur, jangan bilang tidak mampu, padahal keuntungannya banyak. Itu makanya transparansi juga penting, jadi pekerja bisa menikmati juga," tandas lelaki yang pernah menjabat sebagai Wakil Dekan III Fakultas Ekonomi UMI itu

Idealnya Naik

Pengamat Pemerintahan dan Kebijakan Publik Universitas Bosowa (Unibos) Ali Anas mengatakan sudah sepatutnya pemerintah menaikkan UMP pada 2023 nanti. Hal itu disebabkan karena tingkat kebutuhan dan tuntutan hidup juga ikut naik. Sebab, untuk meningkatkan akselerasi pembangunan, harus digerakkan dari berbagai aspek.

Bantalan sosial yang diberi pemerintah, tak mampu memberi efek secara permanen meski ada dampaknya. "Pasti ada efeknya, tetapi tidak dapat menjangkau secara keseluruhan karena biaya makan, sekolah, akomodasi, dan yang lainnya akan ikut naik pula," ujarnya.

Pengamat Ekonomi Universitas Muhammadiyah Makassar Abdul Muttalib memahami adanya rumusan yang ditetapkan oleh pemerintah, namun di satu sisi dia mengaku memiliki analisis tersendiri terkait kondisi ekonomi saat ini.

Jika berdasarkan situasi riil di lapangan, kenaikan paling tepat memang berada di angka 30 persen. "Saya kira paling tidak estimasi saya di 2023 itu paling tidak 30 persen menurut saya," ujarnya.

Itu mempertimbangkan kondisi barang yang mengalami kenaikan. Kenaikan ini disebut akan merangsang daya beli yang saat ini dikhawatirkan menurun.

"Kalau daya beli menurun, artinya lapangan pekerjaan atau sumber penghidupan saat ini belum begitu bagus," katanya. (fni-bus-an/zuk-dir/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan