Ancaman Tambang di Seko dan Rampi Lutra, Dua Perusahaan hingga Oknum Politisi serta Aparat Diduga Bermain

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — JURnal Celebes menggelar launching film dokumenter dan konferensi pers dengan tema “Selamatkan Jantung Sulawesi”.

Film dokumenter itu memperlihatkan kondisi kecamatan Seko Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan.

Selain Kecamatan Seko, juga dibahas Kecamatan Rampi yang juga merupakan wilayah terisolasi.

Manajer Program JURnal Celebes, Ferdyadi yang juga sebagai penulis naskah film dokumenter itu mengatakan, dalam setahun terakhir pihaknya melakukan advokasi disana sekitar bulan April 2022 lalu.

“Dokumentasi perjalanan itu kita jadikan sebagai film. Kita jadikan sebagai medium advokasi. Ada sesuatu yang dianggap luar biasa. Ada harapan dan ancaman dari Seko itu sendiri,” ucapnya ketika menandu acara, di Hotel Remcy, Jalan Boulevar, Makassar, Jumat, (28/10/2022).

Direktur JURnal Celebes, Mustam Arif menyampaikan, kegiatan yang dilakukan di wilayah Lutra itu bertujuan untuk melihat jantung Sulawesi Selatan dari ancaman penambangan.

Saat ini, masyarakat adat Seko dan Rampi sedang berjuang dalam menghadapi dua perusahaan tambang skala besar yang akan melakukan eksplorasi di Seko dengan menambang emas dan biji besi.

Dua perusahaan itu yakni PT Kalla Arebamma yang akan menambang 6.281 hektar di Seko dan 12.010 hektar di Rampi serta PT Citra Palu Mineral akan menambang 23.629 hektar di Seko dan Rampi.

Mustam mengatakan, advokasi yang dilakukan bukan karena anti investasi ataupun tambang. Tapi yang diinginkan adalah para perusahaan tetap mengedepankan kemanusiaan.

“Kita tidak mau melihat bahwa jantung Sulawesi ini akan lemah atau tidak akan berdenyut. Karena corporate yang datang adalah yang mengobrak-abrik SDA dan potensi kearifan lokal,” tuturnya.

Koordinator Koalisi Advokasi Tambang (KATA) Sulsel, Muhammad Taufik Parende mengatakan, ada 114 izin pertambangan di Sulsel termasuk yang di Seko dan Rampi.

Dia membeberkan beberapa pelanggaran PT Kalla Arebamma yang telah memasukkan alat berat sejak 16 September di Rampi.

Pertama, dari awal perizinan, PT Kalla Arebamma dinilai cacat administrasi.

Proses penerbitan izin PT Kalla Arebamma dilakukan tanpa partisipasi dari masyarakat Rampi. Masyarakat tak pernah diberikan informasi yang lengkap terkait rencana pertambangan perusahaan, masyarakat juga tidak pernah dimintai persetujuan dan tidak pernah diperlihatkan apalagi diberikan dokumen perizinanya.

Kemudian PT Kalla disebut melakukan kegiatan eksplorasi tanpa memiliki Izin pinjam pakai kawasan hutan.

Selain itu juga tidak sesuai dengan rencana tata ruang Luwu Utara. Kemudian soal izin lingkungan PT Kalla Arebamma disebut sudah kadaluarsa.

“Kalau misalkan kita lihat peraturan pemerintah soal izin lingkungan apabila dalam jangka 3 tahun tidak dilakukan kegiatan maka wajib kembali memperbaharui izin. PT Kalla Arebamma sudah menerima izin sejak tahun 2017. Itu sudah beberapa tahun tak melakukan aktivitas. Baru beberapa Minggu kemarin memaksakan kegiatan di Rampi,” jelas Taufik.

Di sisi lain, selain ancaman tambang yang akan dilakukan perusahaan itu, juga ada ancaman tambang ilegal dari oknum-oknum tertentu.

Diduga adanya keterlibatan oknum politisi hingga aparat yang bertugas disana turut memuluskan tambang ilegal.

“Yang kami dapatkan di lapangan bahwa ada tambang ilegal, itu memang ada oknum aparat dan politisi yang bekingi, ikut bermain. Oknum yang terlibat sudah pasti aktor besar, yang memang bergerak di dunia penambangan,” jelasnya.

Pemuda asal Rampi, Gerson Tofu mengatakan, tujuh komunitas masyarakat Rampi menolak perusahaan masuk di wilayahnya.

Dia juga menduga adanya pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh para korporat untuk melancarkan tujuannya.

“Saya menduga ada pemalsuan dokumen. Pelibatan masyarakat Rampi juga tidak pernah dilakukan,” ujarnya.

Sementara itu, perwakilan dari Ikatan Mahasiswa Seko, Roni Gatti juga menyampaikan, dengan adanya penambangan itu, maka akan memberikan dampak terhadap seluruh aspek kehidupan masyarakat disana.

“Baik sosial, ekonomi, maupun budaya. Disana juga ada Anoa yang kami lindungi,” ucapnya. (selfi/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan