“Parakang??!! Lari?!!”
“Hah? Saya parakang?” kata saya dalam hati sambil bergegas pulang ke rumah.
“Muattappa parakang, Nak (Kau mirip parakang, Nak),” sapa Ibu.
Saya cepat melihat wajah di cermin. Oooo…mmale! Gigi-gigi saya menghitam dengan rambut awut-awutan. “Ternyata sebutan PARAKANG juga mengacu pada penampilan yang jelek dan menakutkan ya.”
Sejak meninggalkan Sinjai, saya tidak pernah lagi melihat pohon BICCORO, apalagi memakannya. Hingga suatu ketika, saya melihat seorang sahabat makan buah tersebut. Katanya, buah yang sangat berkhasiat untuk mencegah beragam penyakit. Harganya pun cukup mahal. Melebihi anggur dan apel.
“BUAH KARAMUNTING sangat bagus untuk mengontrol gula darah dalam tubuh. Pun, sangat bagus untuk mengobati luka dalam. Intinya, buah karamunting adalah obat ANTIOKSIDAN yang kuat, menyembuhkan luka, menangkal radikal bebas, mencegah peradangan.”
Saya mengangguk-angguk, “Wah, boleh jadi, IMUN saya cukup bagus, pun saya tidak gampang menyerah, apalagi cuma patah hati, karena makanan saya waktu kecil hanyalah makanan ular dan parakang, BICCORO.” (*)