KPPU, Pengawasan, Funishman dan Reward

  • Bagikan

Oleh: Erniwati

Wartawan Harian Fajar

Negara demokrasi memberikan kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi. Dalam dunia bisnis atau usaha oleh sejumlah ahli telah mengemukakan sebuah konsep ekonomi yang saling berbeda satu sama lain seperti yang dikemukakan oleh Adam Smith dengan konsep ekonomi The Wall of Nation yang maknanya adalah sistem pasar bebas akan mewujudkan tingkat kegiatan ekonomi yang  efisien dalam jangka panjang.

Konsep ini menekankan bahwa setiap individu, kelompok atau negara tidak boleh dilarang untuk membuka usaha bahkan diberi kebebasan seluas-luasnya untuk menjual produknya. Persoalan pasar diserahkan kepada konsumen karena di dalam pasar ada impossible hand.

Konsep lain dikemukakan oleh Jhon Maynard Keynes yang dimaknai sebagai pengeluaran agregat, bahwa aktivitas belanja masyarakat terhadap barang dan jasa adalah faktor utama yang menentukan tingkat  kegiatan ekonomi yang dicapai suatu negara.

Makin tinggi aktivitas belanja masyarakat maka makin tinggi pula tingkat kegiatan ekonomi suatu wilayah. Namun satu hal yang perlu diingat bahwa  kebebasan berusaha tanpa aturan yang mengikat dapat menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat. Mereka yang memiliki kemampuan modal yang besar akan bertahan dan mampu mengembangkan bisnisnya sementara mereka yang bermodal kecil akan sulit bersaing baik kualitas produk maupun harga. Dalam kondisi ini peran pemerintah dalam mengatur persaingan usaha sangat dibutuhkan untuk menghindari monopoli usaha. Pemerintah berperan mengatur kuantitas jenis usaha, harga dan lokasi.

Pendekatan dasar konsep ekonomi Indonesia telah tertuang dalam  Undang-undang Dasar 1945 Pasal 33, yang menegaskan bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. Artinya bahwa sistem ekonomi yang dikembangkan seharusnya tidak berbasis persaingan tidak sehat dan atau atas azas yang sangat individualistik. Negara mengatur bahwa sumber daya alam Indonesia, yaitu bumi, air dan segala isinya dikuasai oleh negara untuk dikelola bagi kepentingan rakyat.

Kehadiran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) merupakan salah satu bukti upaya pemerintah untuk menjaga stablitas persaingan usaha di Indonesia menuju stabilitas dan pemerataan ekonomi yang bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

KPPU yang bertugas mengawasi pihak-pihak yang melakukan monopoli, melakukan penyidikan dan mengambil tindakan berdasarkan hasil investigasi. Seperti upaya KPPU mengusut dugaan pelanggaran praktik bisnis tidak sehat Google di Indonesia. Perusahaan asal Amerika Serikat ini oleh KPPU  disangkakan melakukan pelanggaraan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Anti Monopoli) yang dilakukan oleh Google dan anak usahanya di Indonesia. KPPU mensinyalir, Google telah melakukan penyalahgunaan posisi dominan, penjualan bersyarat, dan praktik diskriminasi dalam distribusi aplikasi secara digital di Indonesia. Ini hanya salah satu contoh langkah nyata sikap tegas KPPU.

Lembaga yang mendapat dukungan penguatan dari kementerian PAN-RB ini memang dibentuk dengan harapan menjadi pengadil bagi ketidakadilan yang terjadi dalam ranah persaingan usaha. Upaya-upaya yang dilakukan KPPU memantau, mengawasi dan menindak pelaku monopoli dapat menjadi penyemangat pengusaha-pengusaha kecil, khususnya unit usaha yang masuk kategori Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam membangun bisnis. UMKM jangan hanya diklaim sebagai pilar terpenting dalam perekonomian Indonesia, tetapi tunjukkan keberpihakan pemerintah dengan melindungi membina dan mengasuhnya. Beberapa peran pemerintah dalam perekonomian adalah membantu perkembangan perekonomian secara umum, mendorong iklim persaingan usaha yang sehat, membantu kelompok ekonomi lemah dan sebagai penyeimbang pergerakan roda perekonomian negara.

Realitasnya pengusaha kecil menengah masih sangat sulit menyeimbangkan diri dengan pengusaha yang memiliki modal besar. UMKM yang disebut-sebut sebagai salah satu pilar ketahanan ekonomi nasional, sebagian di antaranya akhirnya gulung tikar karena tidak mampu bersaing dengan pengusaha berkantong tebal yang memiliki jaringan pemasaran yang kuat dan mendapat dukungan maksimal dari pemerintah maupun perbankan. Padahal persaingan usaha yang sempurna akan menjadi awal pemerataan ekonomi yang dapat mendorong terjadinya efisiensi bagi perputaran ekonomi. Sebaliknya praktik monopoli akan menimbulkan inefisiensi.

Meski regulasi tentang aturan dan tindakan terhadap praktik monopoli sudah disosialisasikan, pelanggaran masih tetap terjadi. Satu contoh kasus yang pernah diungkap adanya dugaan praktik kartel dalam sektor perunggasan di Indonesia seperti yang diungkap Alston Chandra dalam riset yang dilakukan beberapa tahun lalu, bahwa KPPU menemukan 12 perusahaan yang ditetapkan sebagai terlapor dalam mengadakan kesepakatan afkir dini atau pemusnahan jutaan parent stock (indukan) yang menyebabkan anjloknya stok ayam indukan di kalangan peternak mandiri.

Kasus ini jelas merugikan pengusaha kecil yang notabene bermodal kecil. Dugaan praktik monopoli Google yang ditangani KPPU baru-baru ini, semoga lagi bisa menjadi bukti atas keseriusan lembaga ini menjadi penjaga persaingan usaha yang sehat. Menjadi institusi yang jujur, tegas dan berani dalam menindak siapa pun yang rakus dalam berbisnis di Indonesia.

Satu hal yang menggelitik penulis adalah kehadiran perusahaan ritel berlabel merah dan biru di seluruh penjuru tanah air. Mereka membangun bisnis di hampir semua jalur jalan, baik dalam kota maupun daerah. Mereka menggurita hingga ke gang-gang kampung. Tidakkah ini masuk kategori praktik monopoli? Kehadiran ritel ini mematikan hampir sebagian besar warung-warung kelontong milik warga yang selama ini menjadi tempat terdekat bagi konsumen membeli kebutuhannya seperti sabun, gula, bumbu masak dan lainnya. Secara perlahan usaha mereka memudar. Masyarakat beralih ke swalayan-swalayan yang  menyediakan barang dagangan yang jauh lebih lengkap, rapi dan di tata di ruangan yang terang benderang meski harus melayani diri sendiri.

Toko-toko swalayan ini ada dimana-mana. Satu toko dengan toko lainnya bisa hanya berjarak ratusan meter. Kadang dengan merek yang sama. Tak jarang pula dua toko yang berbeda berdiri berdampingan atau saling berhadapan. Hanya dibatasi jalan raya. Tidakkah ini masuk persaingan tidak sehat? Mereka “merampas” customer warung kelontong yang ada di lorong-lorong.  Warga yang semula berbelanja di warung tetangga  lebih memilih mengunjungi supermarket mini.

Di Makassar dua merek perusahaan swalayan hampir ada di semua jalur jalan. Bukan hanya di jalan utama. Harga barang yang ditawarkan cenderung lebih murah. Toko ritel ini turut berperan mematikan ekonomi lorong (gang). Fenomena tersebut membuat Bupati Gowa almarhum Ichsan Yasin Limpo kemudian diteruskan oleh bupati selanjutnya yang juga putra Ichsan Yasin Limpo, Adnan Purichta Ichsan mengeluarkan regulasi larangan kehadiran dua perusahaan ritel ini membangun bisnisnya di Gowa.

Pertimbangannya, keberpihakan kepada warung-warung kelontong. Warung-warung yang ada di kampung menurutnya harus tetap hidup, karena bukan hanya sebagai tempat berbelanja tetapi juga media silaturahmi bagi masyarakat di lingkungan di mana warung itu berada.  

KPPU sebagai otoritas persaingan usaha di Indonesia, salah satu tugas dan kewenangannya adalah melakukan pengawasan terhadap implementasi pelaksanaan persaingan usaha yang sehat hingga ke tingkat stakeholder paling bawah yang bersentuhan langsung dengan ekonomi masyarakat kecil.

 KPPU selain memberikan funishman kepada pelaku persaingan usaha, idealnya juga memberikan reward kepada mereka yang menjalankan bisnis sehat dengan menggelar malam penganugerahan penghargaan bagi pengusaha-pengusaha teladan yang juga berpihak kepada UMKM. (*)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan