"Bagi saya, itu cukup aneh. Saya seharusnya adalah temannya. Ia berpikir bahwa saya adalah ancaman baginya dan ingin menyingkirkan saya dari FIFA. Jadi, saya mengatakan bahwa saya akan membuat hidupnya tidak nyaman," sambung dia.
Hubungan antara Bin Hammam dan Blatter semakin merenggang di tahun 2010, tepatnya setelah pemilihan tuan rumah Piala Dunia.
Blatter diketahui mendukung Amerika menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022, berbeda dengan Bin Hammam yang menjadi bagian tak resmi tim pemenang Qatar.
"Yang membuat saya tak nyaman adalah hal yang dilakukan Blatter. Ia sangat ingin Qatar tersingkir," keluh Bin Hammam.
Persaingan keduanya memuncak ketika Bin Hammam mencoba merebut kursi Presiden FIFA dari Blatter yang mencalonkan diri untuk keempat kalinya pada 2011. Bin Hammam merasa Blatter telah melanggar janji terkait masa jabatan sebagai presiden FIFA. Hal ini membuatnya kesal.
"Saya pikir Blatter tidak tertarik (kembali mencalonkan diri) pada 2011. Presiden harus punya batas, yakni tiga periode. Jadi, saya merasa hal ini tidak baik untuk sepakbola," beber Bin Hammam.
Sementara, Blatter diklaim melihat Bin Hammam sebagai pesaing yang harus disingkirkan. Keberhasilan Bin Hammam membawa Piala Dunia 2022 ke Qatar jadi tanda bahwa kekuasan Blatter di FIFA mulai goyah.
"Saya ingin mempertahankan posisi saya. Saya tidak bisa meninggalkan bertahun-tahun yang saya habiskan untuk perkembangan sepakbola," kata Blatter.
Peluang untuk menjegal Bin Hammam tiba pada 10 Mei 2011, sekitar dua pekan sebelum Kongres FIFA ke-61. Ia diketahui memberikan sejumlah uang kepada beberapa ketua asosiasi di CONCACAF.