Pada kesempatan tersebut, Menlu Retno mengatakan, penyelenggaraan Presidensi G20 Indonesia mencatatkan kesuksesan.
Bahkan, keketuan Indonesia menggelar G20 tahun ini sudah berjalan extra mile.
"Di presidensi G20 Indonesia, kita ini berjalan extra mile. Kenapa? Di awal presidensi kita mengatakan ingin membawakan suara negara-negara berkembang dan kita ingin mempresentasikan kerjasama-kerjasama konkrit yang dilakukan oleh negara G20 untuk dunia," kata Menlu Retno.
Pada talkshow bertema "Komitmen G20 Mengatasi Perubahan Iklim dan Masalah Lingkungan, Menlu Retno mengatakan kesuksesan sebuah KTT G20 dapat diukur melalui dua hal. Pertama adalah kehadiran para pemimpin negara anggota.
Dalam presidensi G20 Indonesia, kehadiran para leaders dari negara anggota sangat tinggi. Padahal dalam situasi normal pun, katanya, tidak semua KTT G20 dihadiri oleh semua negara.
"Saya punya data misalnya 2018, tidak semua. 2019 tidak semua. 2021 ga semua. 2020 memang semua karena dilakukan secara virtual. Poinnya adalah, dalam situasi normal pun, tidak semua leaders bisa hadir, apalagi di saat tidak normal seperti ini," ujar Menlu Retno.
Ukuran kedua, tambah Menlu Retno, adalah output dari gelaran KTT G20 tersebut yang berakhir pada deklarasi, yakni nama sebuah dokumen.
"Ukuran kedua adalah apakah KTT itu bisa menghasilkan apa yang dinamakan deklarasi. Jadi ini mengenai nama sebuah dokumen yang akan dideklarasi," paparnya.
Di awal diskusi, Menlu Retno menyampaikan, terpilihnya Indonesia presidensi dan tuan rumah KTT G20 tahun ini merupakan sebuah hal yang sulit. Hal ini karena Indonesia tengah berjuang menghadapai pandemi dan pemulihan di sejumlah sektor.