Buwas menegaskan, opsi impor dipilih bukan karena tidak berpihak pada petani Indonesia. Namun, kata dia, karena dirinya sudah mencoba melakukan pendekatan ke pengusaha-pengusaha beras dan hasilnya nihil.
“(Pengusaha-pengusaha beras) tidak bersedia memberikan (beras) kepada kita dengan harga komersil karena mereka harus menjaga suplainya untuk pasar. Jadi ini fakta di lapangan, bukan kita tidak berpihak pada petani. Justru saya sangat berpihak pada petani, buktinya 4 tahun terakhir Bulog itu CBP-nya dari dalam negeri dan tidak pernah impor,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi menjelaskan pentingnya pasokan beras pemerintah. Pasalnya pasokan beras tersebut akan menjadi kontrol stabilitas pangan di dalam negeri.
Bila memang dibutuhkan impor, Arief menegaskan itu harus dilakukan tepat waktu. “Tidak boleh terlambat karena impor perlu waktu karena kita tidak boleh main-main dengan pangan nasional,” tegas Arief.
Sebelumnya, Komisi IV DPR RI memberikan waktu kepada Kementerian Pertanian (Kementan) untuk memenuhi suplai cadangan beras pemerintah (CBP) sebanyak 600 ribu ton dari pasokan dalam negeri. Jika tidak memenuhi dalam waktu yang ditentukan, data Kementan terkait stok beras dalam negeri dinyatakan tidak valid.
“Komisi IV DPR RI meminta Pemerintah c.q Kementerian Pertanian untuk memenuhi kebutuhan beras nasional. Selanjutnya Kementerian Pertanian menyatakan sanggup untuk memenuhi kebutuhan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dari produksi dalam negeri sebesar 600 ribu ton dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak Rapat Dengar Pendapat hari ini. Jika dalam 6 hari sejak RDP hari ini tidak terpenuhi, maka data dari Kementerian Pertanian tidak valid,” kata Sudin saat membacakan keputusan RDP di Gedung DPR RI Jakarta, Rabu (23/11).