BANDUNG
Saya sudah kenal dengan nama Ferry sebagai aktivis HMI Cabang Bandung.
Pada zamannya interaksi aktifis antar kota sangat intens.
Apalagi diera 1981 sampai 1990 situasinya cukup tegang.
Sebagai Ketua Umum HMI Cabang Medan saya menyaksikan bagaimana Kongres XIV HMI di Bandung, bagai “mencekam”. Diluar Gedung Kongres tampak di samar-samar kegelapan mobil-mobil tempur militer serta tentara yang cukup banyak.
Namun sekalipun suasananya bagai mencekam, para aktifis HMI santai saja, tetap fokus diforum Kongres yang menerima pertanggung jawaban Bang Dullah, panggilan akrab Abdullah Hehamahua.
Dalam suasana seperti itu, saya mendapat manfaat, pengertian yang semakin dalam tentang konsekuensi menjadi anggota HMI yang harus menonjolkan Independensinya, agar kecerdasannya dalam Keislaman dan KeIndonesiannya berkembang sejalan dengan fithrah manusia yang cendrung kepada kebenaran dan sejalan dengan cita-cita Proklamasi’45.
Dari peristiwa itu, tampak bahwa HMI adalah sebuah kekuatan yang sangat diperhitungkan di Republik ini.
Saya berbisik membathin bahwa saya ada di organisasi yang tepat.
Bandung semakin punya nilai tambah dan magnit, karena disana ada Masjid Salman ITB dengan tokoh pembinanya yang sangat populer dan selalu memberikan tausyah subuh yang sangat bernas, yaitu DR.Ir.Imanuddin Abdurrahim yang biasa dipanggil Bang Imad, putra tanah Deli.
Bang Imad, mampu mengambil inti pola pandang keIslaman dari konsep Nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI yang ditulis Nurcholish Madjid dkk.
NDP begitu indah dinarasikan Bang Imad yang enjinering, banyak mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi datang dan mendengar kuliah subuh Bang Imad.