Hilirisasi Nikel Harga Mati, Bahlil Lahadalia Tegaskan Ini Soal Banding di WTO

  • Bagikan
Kepala BKPM Bahlil Lahadalia -- jawa pos

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia mengatakan, pemerintah akan mengajukan banding usai Indonesia dinyatakan kalah gugatan nikel di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Sebab menurutnya, hilirisasi adalah harga mati.

Ia juga menegaskan, bahwa saat ini Indonesia sudah merdeka sehingga tidak boleh ada negara manapun yang boleh melakukan intervensi kebijakan.

“Kita akan melakukan banding, negara kita ini sudah merdeka. Tidak boleh ada negara yang mengintervensi negara kita. Masa yang lain boleh memainkan seperti itu, kita tidak boleh?” tegas Bahlil dalam rapat kerja (Raker) dengan Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (14/12).

Ia menilai bahwa ada keambiguan soal kebijakan yang diterapkan sejumlah negara. Bahlil mencontohkan, salah satunya seperti di satu negara adidaya.

Menurut Bahlil, negara tersebut menerapkan pajak progresif impor ketika membangun Electric Vehicle atau EV baterai kepada salah satu negara tertentu. Namun, kata dia ketika Indonesia akan membangun, mereka justru memberikan insentif sampai USD 7.000-8.000.

“Ya mohon maaf, contoh katakanlah satu negara adidaya saya tidak perlu sampaikan dia mempergunakan pajak progresif impor ketika membangun EV baterai kepada salah satu negara tertentu. Ketika kita (Indonesia-red) membangun di negaranya mereka memberikan insentif sampai USD 7.000-8.000. Jadi, sebenarnya ini cara yang ambigu,” ujarnya.

Oleh karena itu, kata dia, Indonesia tidak boleh gentar sedikit pun untuk menghadapi kekalahan WTO ini. Terlebih, hilirisasi perlu dilakukan demi memberikan nilai tambah komoditas yang diekspor.

“Indonesia tidak akan gentar sedikit pun untuk menghadapi urusan ini. Sampai di lubang jarum pun akan kita hadapi WTO. WTO ini, kita harus berdaulat dan hilirisasi adalah harga mati untuk kita lakukan dalam rangka memberikan nilai tambah,” tandasnya.

Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa Indonesia akan melakukan banding usai kalah dalam gugatan terkait larangan ekspor nikel di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Hal ini sebagaimana komitmen pemerintah dalam program hilirisasi industri guna menambah nilai ekspor nikel.

“Meskipun kita kalah di WTO, kalah kita urusan nikel ini dibawa digugat oleh Eropa dibawa ke WTO kita kalah, enggak apa-apa. Kalah saya sampaikan ke menteri, banding,” tegas Jokowi dalam Rapat Koordinasi Nasional Investasi 2022 yang dipantau secara daring, Rabu (30/11).

Ia juga menjelaskan soal alasan Uni Eropa menggugat larangan ekspor nikel. Sebab menurutnya, di negara tersebut komoditas nikel telah menjadi bahan utama sektor industri.

Padahal lanjutnya, saat ini hilirisasi nikel sedang menjadi konsen pemerintah sebab mampu menambah nilai ekspor nikel. Ia menyebut, ekspor bahan mentah nikel sebelumnya hanya bernilai USD 1,1 miliar atau sekitar Rp 20 triliun dalam setahun.

Namun, setelah pemerintah membuat smelter untuk hilirisasi pada 2021 ekspor nikel Indonesia mencapai USD 20,8 miliar atau sekitar Rp 300 triliun dalam setahun. Dari Rp 20 triliun loncat ke Rp 300 triliun lebih sehingga naik 18 kali lipat nilai tambahnya.

Jokowi pun tidak mempermasalahkan bila ada sejumlah negara yang menggugat kebijakan Indonesia yang menahan laju ekspor bahan mentah nikel. “Kalau ada negara lain yang menggugat, ya itu haknya negara lain yang menggugat, karena ya memang terganggu,” imbuhnya.

Meski begitu, Indonesia akan tetap mempertahankan kebijakan larangan ekspor itu dengan alasan hilirisasi serta agar Tanah Air bisa menjadi negara maju. “Kita ingin maju, negara kita ingin menjadi negara maju. Kita ingin membuka lapangan kerja. Kalau digugat saja kita takut, mundur, nggak jadi, ya nggak akan kita menjadi negara maju,” tuturnya. (jpg/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan