“Masih ada sekitar 34 juta ton yang belum terserap. Jadi sebenarnya ini yang jadi pertanyaan tentang kesiapan pemerintah dalam menyetop ekspor. Masih ada waktu 6 bulan lagi, apakah bisa semua sisa bauksit itu terserap? Nah ini yang harus kita cermati,” ujarnya.
Dijelaskan Rofik Hananto, sebagai catatan berdasarkan data Kementerian ESDM per tahun 2021, kapasitas input tiga smelter bauksit yang sudah beroperasi hanya dapat menyerap sebesar 4,56 juta ton bauksit, yaitu milik PT Indonesia Chemical Alumina dengan kapasitas output 300.000 CGA (chemical grade alumina), PT Well Harvest Winning dengan kapasitas output 1 juta SGA (smelter grade alumina) dan PT Inalum dengan kapasitas output 250.000 aluminium ingot dan billet.
“Jadi ESDM juga menyampaikan terdapat 11 smelter bauksit dengan keluaran SGA yang masih tahap pengerjaan dan 1 pabrik pengolahan dan pemurnian bauksit dalam tahap konstruksi dengan keluaran CGA,” jelasnya.
Oleh sebab itu, Rofik Hananto meminta pemerintah serius mengawal keputusan melakukan hilirisasi terhadap pertambangan Indonesia, agar bangsa ini bisa menjadi tuan rumah di negerinya sendiri.
“Pemerintah harus mengawal proses hilirisasi ini agar industri smelter lokal mendapatkan kesempatan menjadi tuan rumah di negerinya sendiri,” harapnya.
“Pemerintah harus memfasilitasi, memberikan insentif dan membantu agar pengusaha lokal kita bisa maju,” sambungnya.
Politisi asal Jawa Tengah itu meminta BUMN Holding Industri Pertambangan yakni MIND ID harus menjadi lokomotif dan memberi contoh dengan membangun industri smelter bauksit yang modern dan efisien.