Masih Perlukah PPKM Saat Ini? Prof Zubairi Djoerban Sampaikan Hal Ini

  • Bagikan
Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Zubairi Djoerban

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Wacana pencabutan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang telah dimulai sejak awal tahun 2021 santer terdengar. Presiden Republik Indonesia Joko Widodo telah memberikan sinyal terkait pencabutan ini.

Hal ini sebagai langkah mengakhiri masa pandemi dengan menjadikannya endemi. Sejumlah pihak setuju akan rencana pemberhentian PPKM di akhir tahun ini. Namun, sebelumnya kajian tersebut belum selesai dilakukan. Hal ini disampaikan oleh Jokowi.

"Jadi kembali ke PSBB, PPKM, itu masih saya masih menunggu seluruh kajian dan kalkulasi dari Pak Menko maupun dari Kementerian Kesehatan dan saya kemarin memberikan target minggu ini harusnya kajian dan kalkulasi itu sudah sampai ke meja saya," kata Jokowi.

Disisi lain Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto menyatakan jika hal ini belum resmi diputuskan dan masih dikira-kira. Terlebih menjadikan pandemi sebagai endemi bukan hanya diputuskan di Indonesia

"Ini kan pandemi menjadi endemi belum diputuskan ya, bahwa Presiden juga masih kira-kira kalau PPKM ini dihentikan akan seperti apa. Endemi itu bukan hanya Indonesia yang bisa menyampaikan. Karena itu global, jadi harus dari WHO," Kata Suharyanto kepada media pada Selasa (27/12/2022).

Menanggapi hal ini, Prof. dr. Zubairi Djoerban setuju jika PPKM ini dicabut. Hal ini berdasarkan data-data yang diperoleh mengenai kasus perhari angka kematian dan BOR terendah. Dalam artian angka tersebut menjadi alasan untuk menghentikan PPKM.

"Pada prinsipnya saya setuju PPKM dicabut. Data-datanya mendukung kebijakan tersebut: rata-rata 500 kasus per hari, dengan angka kematian & BOR rendah. Artinya tidak ada alasan untuk melakukan pembatasan untuk saat ini. Saya harap situasi ini stabil dan Covid-19 terus terkendali," tulisnya dalam utas dikutip Rabu (28/12/2022).

Lalu kapan PPKM akan diberlakukan lagi?

Prof. Zubairi menerangkan jika Covid-19 ini bersifat dinamis yang artinya bisa terjadi lonjakan atau penurunan. Dia kemudian menyarankan jika angka kasus sudah rendah, maka PPKM harus dicabut. Sebaliknya, jika mengalami lonjakan, makan harus diberlakukan pada waktu yang tepat.

Adapun data yang dimaksudkan seperti kasus harian yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2022 terjadi kasus 468 dan meninggal sebanyak 14 orang. Angka ini mengalami penurunan drastis. Namun, kembali lagi beliau mengungkap jika tes PCR di Indonesia termasuk rendah, tidak sampai 10 ribu per harinya.

Mengingat varian baru terus bermunculan, Indonesia kata Zubairi harus waspada. Sebenarnya tidak hanya menyebar di Indonesia, namun harus diwaspadai.

"Pengaruh gelombang besar Tiongkok? Tiap ada lonjakan besar di satu negara, maka akan muncul varian baru, yang mungkin saat ini belum dikenal ya. Nah, varian baru yang menyebar ke berbagai negara ini yang bisa menembus kekebalan tubuh kita. Indonesia harus waspada," terangnya.

Kemudian wacana zero transmission Tiongkok, benarkah tidak efektif? Menurut data yang diperolehnya, kebijakan ini sudah baik. Namun, tidak untuk saat ini. Mengapa demikian? karena pada prinsipnya penyakit menular yang dikarantina dalam waktu yang lama akan selesai. Lalu, kekebalan tubuh terhadap vaksinasi tidak bertahan lama.

"Sampai medio 2022 kebijakan ini bagus. Namun nyatanya tidak untuk saat ini. Padahal, prinsip penyakit menular kan begitu dikarantina lama, ya selesai. Tapi disisi lain, kekebalan tubuh kita dari vaksinasi tidak bertahan lama," tambahn Zubairi Djoerban.

Kekebalan tubuh setelah mendapat vaksinasi setelah melewati enam bulan, akan menurun. Kasus ini yang terjadi di Tiongkok, kekebalan tubuhnya hanya dari vaksin saja. Hal ini juga dipengaruhi beberapa waktu lalu pemerintahnya melakukan lockdown. Berbeda dari negara lain yang kekebalan tubuhnya disebut Zubairi diperkuat karena adanya infeksi natural.

"Kekebalan tubuh dari vaksinasi setelah enam bulan, ya turun. Ini yang terjadi di Tiongkok. Kekebalan mereka dari vaksinasi saja. Karena ada satu kasus, langsung lockdown. Beda dengan beberapa negara lain yang kekebalannya juga diperkuat dengan infeksi natural," jelasnya.

Ini berarti bahwa bagi orang yang telah divaksin dan pernah terjangkit covid, memiliki daya tahan tubuh lebih kebal. Jika terinfeksi kembali tubuh akan lebih kuat melawan virus tersebut. Hal ini banyak ditemukan dalam tubuh orang Indonesia kata Zubairi. (Elva/Fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan