“Stabilitas sistem keuangan Indonesia perlu diperkuat untuk menghadapi berbagai skenario global tersebut,” tambahnya.
Lebih lanjut, kata bendahara negara ini, pemerintah dan DPR menyepakati lima lingkup hal yang diatur dalam UU P2SK. Pertama, penguatan kelembagaan otoritas sektor keuangan dengan tetap memperhatikan independensi.
Kedua, penguatan tata kelola dan peningkatan kepercayaan publik. Ketiga, mendorong akumulasi dana jangka panjang sektor keuangan untuk kesejahteraan dan dukungan pembiayaan pembangunan yang berkesinambungan.
“Keempat, pelindungan konsumen. Kelima, literasi, inklusi dan inovasi sektor keuangan,” lanjutnya.
Ia mengungkapkan, dalam UU P2SK ini terdapat 27 bab dan 341 pasal yang terkandung di dalamnya. UU ini akan menggantikan di antaranya 17 Undang-Undang terkait dengan sektor keuangan, yang telah cukup lama berlaku, bahkan hingga 30 tahun.
Hal ini, kata Sri Mulyani, dilakukan untuk menyesuaikan dengan dinamika perubahan zaman. Bahkan, berbagai indikator memperlihatkan urgensi reformasi sektor keuangan Indonesia, seperti masih dangkalnya sektor keuangan, belum optimalnya peran intermediasi sektor keuangan, dan masih rendahnya pelindungan konsumen di sektor keuangan.
Setelah pengesahan UU P2SK oleh Presiden, lanjutnya, Pemerintah dan lembaga otoritas di sektor keuangan akan menyusun peraturan pelaksanaan yaitu dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Peraturan Bank Indonesia, Peraturan OJK, dan Peraturan LPS. Adapun seluruh peraturan pelaksanaan akan disusun dalam waktu 2 (dua) tahun sejak UU P2SK diundangkan.