Setidaknya kata dia, ada sekitar 40 pengusaha yang tercatat saat itu dengan kriteria pegawai sekitar 100 dan omsetnya Rp5 miliar per tahun.
Karena adanya kebijakan nasional yang mendukung pengusaha nasional atau pengusaha pribumi dengan memberikan kuota devisa.
“Hanya bisa mengimpor ke devisa susah, hanya dikasih ke pengusaha nasional. Ada 200 pengusaha waktu itu. Tapi sebagian besar kemudian tidak berlangsung lama karena izin impornya, kuotanya yang dijual lagi dan tidak dijalankan. Dan bapak saya berpegang teguh. Kuota itu harus dilaksanakan tidak boleh tidak. Karena itu, perdagangannya jalan, yang lain berhenti,” jelasnya.
Lanjut kata dia timbul semangat yang tumbuh, maka muncullah pengusaha-pengusaha hebat pada zamannya yakni Syamsuddin Daeng Mangawing.
Meski pendidikan Syamsuddin rendah yakni hanya tamatan HBS setara dengan SMA, namun kualitas SMA kala itu cenderung lebih tinggi dari sekarang.
“Beliau (Syamsuddin) bisa bahasa Belanda, bahasa Inggris dan macam-macam. Karena itu merintis berbagai macam usaha itu pak Syamsuddin Dg Mangawing. Dia punya bank, punya usaha perdagangan, ekspor udang semua dia mulai,” tambahnya.
Di sisi lain, dia mengungkit soal dirinya yang menjabat ketua Kadin Sulsel terlama.
“Barangkali saya ketua kadin paling lama, 18 tahun. Tidak ada yang mau ganti saya. Nanti saya pindah ke Jakarta baru ada mau ganti saya, Aksa. Saya beberapa kali tidak hadir dalam konferensinya tapi terpilih,” tandasnya. (selfi/fajar)