FAJAR.CO.ID, DEPOK -- Terdakwa kasus pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, tinggal menunggu putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Sebelumnya, dalam kasus pembunuhan ini, Bharada E yang berstatus sebagai justice collaborator dituntut hukuman 12 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Banyak Kalangan menilai tuntutan itu terlalu berat dengan statusnya sebagai JC. Sebab, atas kejujuran dialah, skandal besar yang menghilangkan nyawa polisi di tubuh kepolisian terbongkar.
Menjelang putusan tersebut, ratusan dosen dan guru besar dari universitas terkemuka yang tergabung dalam Aliansi Akademisi Indonesia, menyatakan sikap siap mendukung terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E.
Guru Besar Antropologi Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Prof. Dr. Sulistyowati Irianto mengungkapkan ratusan dosen dan guru besar itu menamakan diri sebagai Amicus Curiae atau sahabat pengadilan.
“Sebagai Sahabat Pengadilan kami yakin bahwa kasus pembunuhan yang melibatkan Eliezer harus ditangani dengan adil dan penuh pemahaman hukum yang tidak hanya bersifat tekstual, tetapi juga kontekstual. Kami yakin bahwa untuk memastikan keadilan, hukuman yang diberikan kepada Eliezer sebagai justice collaborator seharusnya tidak berat,” ucapnya, Kamis (9/2).
Dirinya menjelaskan awal mula tercetus hal ini karena dirinya merupakan seorang dosen dan aktivis yang terbiasa membuat petisi, galang dukungan dan lainnya.
Sehingga hal ini dapat dirinya lakukan dengan mudah. Dalam kurun waktu tiga hari, diketahui terdapat 122 dosen dan guru besar yang menyatakan diri sebagai sahabat pengadilan, dalam kasus yang dihadapi oleh Eliezer.
“Jadi, saya bikin pengantar tentang kenapa kita butuh sahabat pengadilan untuk Eliezer. Ternyata dalam waktu tiga hari sudah dapat 122 orang,” ujarnya.
Baginya ini sangat penting untuk mereka bersuara karena memang untuk meneruskan perjuangan reformasi 1998 yang menginginkan reformasi hukum dan reformasi keadilan.
“Karena di Indonesia itu penegakan hukumnya sudah ada, tetapi penegakannnya sangat keteteran, tidak baik-baik saja,” jelasnya.
Dirinya menjelaskan dukungan ini diberikan lantaran masyarakat dibuat terkejut selama 6 bulan, ternyata ada suatu skandal dan kekejian yang terbongkar, dan itu melibatkan seorang yang berpangkat tinggi dan berada di lembaga penegakan hukum.
“Kalau tidak ada Eliezer yang berani mengungkap hal tersebut, dan LPSK juga tidak sembarangan menetapkan seseorang menjadi justice collaborator, itu harus dilihat,” kata Sulistyowati.
Sehingga para penegak hukum, jaksa utamanya hanya melihat hukum pidana sebagai kitab suci, tetapi juga ada undang-undang lain seperti perlindungan saksi korban, perlindungan saksi pelaku, dan itu yang diinginkan oleh rakyat Indonesia.
Keterbukaan, kejujuran, keadilan kebenaran yang sangat kurang. Dirinya menyebut justice collaborator harus dipertimbangkan, dan jika tidak melakukannya maka bisa melukai publik.
Melalui dukungan yang diberikan, para dosen dan guru besar siap untuk menawarkan hakim untuk tidak sungkan mengadopsi pemikiran-pemikiran yang ada.
“Kami sudah menyatakan diri sebagai sahabat pengadilan, menawarkan diri kepada hakim agar jangan sungkan untuk mengadopsi pemikiran-pemikiran yang kami lontarkan,” pungkasnya. (jpnn/fajar)