Kemudian dilanjutkan dengan Demokrasi Terpimpin pada 1959 hingga 1965. Tepat 22 April 1959, Presiden Soekarno ketika itu menyampaikan amanat kepada konstituante (dewan pembentuk UUD) tentang pokok-pokok demokrasi terpimpin.
Antara lain, demokrasi terpimpin bukan diktator. Demokrasi terpimpin sesuai dengan dasar hidup dan kepribadian bangsa Indonesia. Demokrasi terpimpin berarti demokrasi di seluruh persoalan kenegaraan dan kemasyarakatan, termasuk sosial, politik, dan ekonomi.
Inti pimpinan di dalam demokrasi terpimpin adalah permusyawaratan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan. Di dalam demokrasi terpimpin, oposisi wajib mampu melahirkan pendapat yang sehat dan membangun.
Sayangnya, segala konsep pada pokok-pokok Demokrasi Terpimpin hanya isapan jempol belaka. Nyatanya, sistem tersebut kerap kali malah menyimpang dari nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, juga budaya bangsa Indonesia.
Sistem selanjutnya yakni Demokrasi Pancasila pada Era Orde Baru di tahun 1966 hingga 1998. Gotong royong dan rasa kekeluargaan menjadi pangkal dari sistem ini.
Demokrasi Pancasila timbul dari berbagai bentuk permasalahan yang dialami oleh bangsa Indonesia selama diberlakukannya demokrasi parlementer dan demokrasi terpimpin.
Pokok terpenting yang ada dalam Demokrasi Pancasila adalah nilai-nilai yang menjunjung tinggi kemanusiaan sesuai martabat dan harkat manusia. Menjamin persatuan bangsa, rasa tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai kepercayaan masing-masing, mengutamakan musyawarah, serta mewujudkan keadilan sosial.