Hilirisasi Bikin Nikel Dominasi Ekspor Sulsel

  • Bagikan
Ilustrasi bijih nikel

Hilirisasi Nikel

Indonesia kini tengah menggenjot hilirisasi nikel di dalam negeri. Demi tujuan itu, pemerintah pun tak segan untuk melarang ekspor bijih nikel sejak awal 2020 lalu.

Meski pelarangan ekspor bijih nikel baru dilakukan pada 2020, namun program hilirisasi nikel di dalam negeri saat ini bisa dikatakan sukses.

Indonesia berhasil meraup nilai tambah dari nikel sebesar US$ 33 miliar atau sekitar Rp 514 triliun pada 2022.

Tahun ini, untuk menggenjot program hilirisasi nikel, Kementerian ESDM mempercepat pembangunan 32 fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) di 2023.

Pembangunan smelter ini jadi program Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mempercepat hilirisasi tambang. Rencananya, pemerintah target mendirikan 53 smelter yang beroperasi hingga 2024.

Menteri ESDM Arifin Tasrif meminta perusahaan pertambangan untuk segera menyelesaikan proyek smelter konsentrat tembaga untuk melanjutkan program hilirisasi.

"Larangan ekspor ini sudah dimulai dari nikel. Sekarang bauksit dan lainnya menyusul. Semuanya (proyek smelter) harusnya diproses di 2023 agar tuntas," ungkap Arifin di Jakarta, Jumat (24/2/2023).

Tahun ini, ditargetkan 32 smelter selesai dibangun. Terdiri dari 12 smelter terintegrasi dengan tambang dan 20 smelter independen.

Kementerian ESDM mencatat hingga saat ini, sudah dibangun 21 smelter. Adapun 5 smelter di antaranya terintegrasi dan 16 smelter berdiri sendiri, yang mayoritas merupakan smelter nikel.

Arifin menjelaskan langkah pelarangan ekspor konsentrat tembaga sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan