MK Tolak Gugatan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden, Pengamat: Syahwat Politik Kekuasaan Perlu Ditahan

  • Bagikan
Gedung Mahkamah Konstitusi (int)

Termasuk kecurangan pemilu, insiden penegak hukum, korupsi dll. Dengan kondisi demikian, publik semakin jengah dan apatis terhadap kekuasaan.

"Sehingga perlu syahwat politik kekuasaan itu ditahan demi ketenteraman publik," pungkasnya.

Sebelumnya, MK menilai permohonan ini tidak jauh berbeda dengan Putusan MK Nomor 117/PUU-XX/2022. MK menyatakan tidak atau belum memiliki alasan yang kuat untuk mengubah pendiriannya.

Oleh karena itu, pertimbangan hukum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 117/PUU-XX/2022 mutatis mutandis berlaku menjadi pertimbangan hukum dalam putusan a quo.

"Artinya, norma Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU 7/2017 adalah konstitusional," ujar hakim Anwar.

UU yang Digugat Belum Berlaku
Untuk diketahui, pemohon Herifuddin Daulay merasa telah dirugikan hak konstitusionalnya akibat berlakunya norma Pasal 7 UUD 1945.

Mengenai adanya pembatasan pribadi jabatan Presiden hanya boleh mendaftar dan atau terpilih untuk 2 (dua) kali masa jabatan.

Kerugian tersebut berdasarkan anggapan Pemohon bahwa orang yang kompeten untuk jabatan Presiden hanya sedikit.

"Sehingga pembatasan tersebut akan mengakibatkan pemimpin yang terpilih adalah orang yang tidak berkompeten," dikutip dari laman MK.

MK memutuskan menolak permohonan UU Pemilu yang diajukan oleh Herifuddin Daulay yang perkaranya teregister dalam Nomor 4/PUU-XXI/2023.

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata ketua majelis hakim, Anwar Usman, saat membacakan amar putusan di MK. (selfi/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan