FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Tokoh masyarakat Sulawesi Selatan, Annar Salahuddin Sampetoding. menilai vonis mati yang dijatuhkan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan terhadap Ferdy Sambo sangatlah berlebihan dan bukan atas dasar keadilan yang substantif dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang muncul di persidangan.
Annar Salahuddin Sampetoding mengakui dalam kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Ferdy Sambo bersalah, namun ia mempertanyakan apakah hukuman mati terhadap eks Kadiv Propam Polri itu adalah vonis yang tepat?
Vonis terhadap Ferdy Sambo itu, beber Ketua Yayasan Keturunan Tomanurung Sulawesi Selatan ini, tak terhindarkan menjadi perdebatan di ruang publik, ada yang menyambut dengan ruang gembira dan ada pula kelompok aktivisis kemanusiaan menolak hukuman mati tersebut karena dianggap bertentangan dengan budaya masyarakat Sulawesi Selatan, yakni siri na pacce.
"Siri na pacce, artinya malu dan kepedihan yang sangat mendalam sekali yaitu menjunjung tinggi harkat dan martabat keluarga, prinsip penghormatan pada budaya orang Sulawesi Selatan yang terdiri dari etnis Toraja, Makassar ,Bugis ,dan aspek hak asasi manusia, " bebernya dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (15/3/2023).
Dia menjelaskan, hukuman mati terhadap Ferdy Sambo itu diberikan lebih karena untuk memenuhi keinginan masyarakat tertentu dan bukan atas dasar keadilan yang substantif dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang muncul di persidangan, khususnya yang disampaikan pihak Ferdy Sambo karena kejadian penembakan ini tidak berdiri sendiri begitu saja tanpa sebab. (eds)