Termasuk, tandas Politisi Fraksi Partai Golkar ini, aparat penegak hukum wajib mengusut tuntas agen pemberangkatan dan penerimanya di Malaysia karena jalur keberangkatan korban tersebut adalah jalur nonprosedural.
Sebab, kata dia, pemberangkatan PRT asal Banyuwangi sebagai pekerja migran Indonesia (PMI) ke Malaysia tersebut terjadi saat Indonesia belum membuka pengiriman PMI ke Malaysia akibat COVID-19.
Begitu pula, Malaysia yang belum membuka masuknya pekerja asing.
"Maka tindak tegas agen nakal ini harus dilakukan. Baik di Indonesia maupun di Malaysia. Sementara aspek hukumnya harus kita kawal terus supaya memberi efek jera. Jangan ada anggapan bahwa TKI kita lemah perlindungan hukum sehingga bisa diperlakukan apa saja di sana. Ini tidak boleh terjadi lagi," tegasnya.
Di sisi lain, Christina mengapresiasi atensi khusus KBRI Kuala Lumpur dalam penanganan korban sejauh ini, termasuk perawatan di rumah sakit dan komunikasi dengan otoritas Malaysia agar pelaku diberikan hukuman setimpal.
"Kami apresiasi Pak Dubes Hermono (Duta Besar RI untuk Malaysia) yang menjemput bola menangani kasus ini. Semoga bisa tertangani dengan baik, kondisi korban bisa segera pulih," ucapnya.
Selain itu, Christina pun mengingatkan agar kasus PMI di Malaysia harus menjadi perhatian Presiden Joko Widodo dalam pertemuan KTT ke-42 ASEAN yang akan diselenggarakan di Labuan Bajo pada 9-11 Mei mendatang.
"Perlu ada dorongan terus menerus agar ini menjadi perhatian. Presiden perlu sampaikan pada forum ini sehingga semua kepala negara memiliki kesadaran yang sama terkait perlindungan pekerja migran," pungkas Christina. (dra/fajar)