Helmut Hermawan Didakwa Laporan Palsu, Polisi Pelapor Tidak Bisa Tunjukkan Bukti di Persidangan

  • Bagikan

Selain itu, dalam kasus ini juga dianggap tidak sepenuhnya memahami proses pembuatan laporan triwulan yang merupakan rangkaian proses komprehensif. Atau sejak mula persiapan, eksplorasi sampai tahap penjualan.

Rangkaian tahapan produksi nikel Perusahaan PT. CLM dari perencanaan, pengajuan RKAB, proses produksi, mekanisme pelaporan ke ESDM, pemeriksaan oleh surveyor independen, pembayaran royalti/PNBP, pengapalan, hingga pelaporan ke Syahbandar.

Menurut Tadjuddin, kliennya telah didakwa dengan membuat Laporan Triwulan I dan II yang tidak benar atau palsu. Padahal, kata dia, yang berhak menilai benar atau tidak adalah Kementerian ESDM dalam hal ini Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia.

Tadjuddin mengatakan, jika ada kesalahan atau kekeliruan, PT CLM akan mendapatkan teguran dari ESDM. Faktanya, kata dia, teguran atau pemberitahuan atas kekeliruan itu sama sekali tidak ada.

"Jika ada kekeliruan, maka dikenal istilah “revisi” atas Laporan Triwulan yang disampaikan dalam periode Triwulan berikutnya. Untuk itu Kami mempertanyakan, bagaimana cara membuat dakwaan, seolah-olah terdakwa telah membuat membuat Laporan Triwulan I dan II yang tidak benar atau palsu," tegas Tadjuddin.

Bukan hanya itu, JPU juga dinilai secara sembrono, telah menuduh dalam dakwaannya, dengan menyatakan terdakwa selaku Direktur Utama PT. CLM meminta dan mengarahkan Ahmad Sobri, selaku Kepala Teknik Tambang PT. CLM untuk menyiapkan Laporan Triwulan III yang di dalamnya memuat di antaranya realisasi produksi dari bulan Juli sampai dengan Oktober Tahun 2022 sebanyak 0 MT atau sama sekali tidak ada produksi bijih nikel.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan