FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Polemik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menetapkan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Penyelamatan (Kabasarnas), Marsdya Henri Alfiandi, dalam kasus suap menjadi sorotan bagi Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI).
MAKI dengan tegas mendesak Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) untuk mengusut dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Firli Bahuri dan rekan-rekannya dalam kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Basarnas.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman, kepada wartawan, Senin (1/8/2023), menjelaskan, yang bisa membuat terang ini semua adalah Dewan Pengawas. Kejadian ini, bebernya, menyebabkan KPK harus meminta maaf kepada masyarakat dan TNI.
Menurut Boyamin, kesalahan KPK yang perlu dievaluasi adalah menetapkan tersangka sebelum ada surat perintah penyidikan (Sprindik), belum punya kewenangan karena belum membentuk tim koneksitas, dan permintaan maaf, dengan menyatakan penyidik melakukan kekhilafan.
"Inikan dua hal yang harus dibenahi dan harus dilakukan treatment oleh dewan pengawas, kalau ada dugaan pelanggaran etik harus diberi sanksi, kalau tidak ya akan terbukti bahwa KPK sudah benar,” katanya.
Sebab itu, MAKI berinisiatif untuk membuat laporan kepada Dewas KPK terkait dugaan pelanggaran etik oleh Pimpinan KPK.
"MAKI akan bermurah hati melapor pada Hari Rabu (2/8) ke Dewas, kalau ada (pelanggaran) diberi sanksi, kalau tidak ada ya namanya dibersihkan," ujar Boyamin.
Terkait kasus suap Kepala Basarnas, menurut Boyamin, Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI cukup profesional dalam menangani perkara seperti korupsi, sehingga selayaknya kasus yang melibatkan pejabat TNI ditangani oleh Puspom TNI.