FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan, hakim konstitusi Saldi Isra tidak terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim. Hal ini setelah curhat saat memaparkan perbedaan pendapat atau dissenting opinion dalam putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).
"Hakim terlapor tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi sepanjang terkait pendapat berbeda atau dissenting opinion," kata Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie saat membacakan amar putusan dugaan pelanggaran etik Saldi Isra di Gedung MK, Jakarta, Selasa (7/11).
Meski demikian, Saldi Isra dan delapan hakim konstitusi lainnya dinyatakan terbukti melanggar kode etik, terkait bocornya informasi rapat permusyawaratan hakim (RPH) dan pembiaran atas konflik kepentingan yang terjadi di MK. Karena itu, MKMK menjatuhkan sanksi berupa teguran lisan terhadap Saldi Isra dan delapan hakim konstitusi lainnya, termasuk Ketua MK Anwar Usman.
"Menjatuhkan sanksi teguran lisan secara kolektif terhadap hakim terlapor dan hakim konstitusi lainnya," tegas Jimly.
Sebab, dalam pertimbangan putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023, Saldi Isra mengaku terdapat keanehan dalam memutus perkara tersebut. Meski memang, MK mengabulkan gugatan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) yang menyatakan bahwa berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.