“Bangsa yang terkenal dengan budaya luhur berdasarkan nilai-nilai agama dan kearifan lokal sebagai bangsa yang ramah tamah, gandrung bergotong royong, pejuang, dengan mengedepankan nilai-nilai keikhlasan (dalam istilah sepi ing pamrih rame ing gawe) kini menjadi bangsa yang mengagungkan gaya hidup duniawi yang bersifat individualistik, materialistik, dan hedonistik,” imbuhnya.
Budaya semacam itu, menurutnya mendorong lingkaran setan keburukan dan kerusakan dengan sistem ekonomi dan politik yang tidak membuka jalan bagi kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Demokrasi liberal dinilainya gagal menjadi sarana kesejahteraan, justeru mendorong kebebasan untuk persaingan tidak sehat.
“Tentu banyak lagi fakta dari kenyataan kehidupan bangsa dan negara yang buruk sebagai akibat penerapan UUD 2002 yang dapat diungkapkan. Namun yang jelas, perwujudan cita-cita nasional yakni Indonesia merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur yang telah disepakati oleh para pendiri bangsa menjadi jauh panggang dari api,” bebernya.
Ia menyinggung peringatan 100 Tahun kemerdekaan pada 2045 nanti, mimpi Indonesia Emas disebutnya dapat berubah menjadi Indonesia Nahas. Karena amanah Pancasila yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia terselewengkan oleh kenyataan berkembangnya kekayaan oleh segelintir orang yang berkacak pinggang atas kemiskinan penderitaan orang banyak.
“Maka, Kembali ke UUD 1945 Asli adalah solusi. Gerakan ini bukanlah memutar arah jarum sejarah ke masa lalu, tapi adalah menemukan kembali mutiara bangsa untuk menghadapi masa mendatang. Gerakan ini adalah kembali ke khittah kebangsaan yang telah disepakati oleh para negarawan pendiri bangsa,” ucapnya.