FAJAR.CO.ID - Berdasarkan Penelitian Sejarawan Leonard Y. Andaya dalam bukunya "Warisan Arung Palakka", gaukeng merupakan benda keramat yang memainkan peran sentral dalam sejarah pembentukan permukiman awal pada suku Bugis dan Makassar.
Menurut tradisi yang berlaku di daerah Bugis dan Makassar, benda yang disebut gaukeng (Bugis), gaukang (Makassar) merupakan benda yang sangat dihormati sebagai makhluk halus penjaga pada sebuah komunitas tertentu.
Gaukeng bisa berupa apa saja yang bentuknya tidak biasa atau mempunyai ciri aneh, bisa berupa biji buah yang telah kering, tunggul pohon, bajak tua, namun lebih sering berupa batu.
Dipercaya bahwa pada suatu waktu di masa lampau beberapa anggota dari komunitas ini menemukan benda keramat itu, mereka kemudian menyediakan tempat, pelayan, kebun dan kolam untuk merawat benda itu dan penemunya.
Penemu ini kemudian menjadi pemimpin komunitas, baik dalam urusan keagamaan maupun sekuler, sebagai juru bicara untuk gaukeng itu. Inilah permulaan, menurut sumber-sumber lisan ini, adanya pemimpin-pemimpin dari komunitas gaukeng.
Meski hampir tidak ada pembahasan mengenai asal-usul gaukeng atau arti pentingnya, kita masih dapat memahaminya melalui contoh serupa di tempat lain di Asia Tenggara.
Kepercayaan terhadap dewa-dewa penjaga yang bersemayam di batu-batu dapat ditemukan di Asia Tenggara, India dan Tiongkok. Salah satu penjelasan terinci tentang hal ini dibuat oleh ilmuwan Prancis, Paul Mus, yang menjelaskan tentang batu-batu keramat di Champa, kini Vietnam bagian tengah.