Komunitas gaukeng seperti ini ada di banyak tempat di seluruh Sulawesi Selatan, tidak lama, mereka mulai bersinggungan dan perselisihan pun tidak terhindarkan, khususnya dalam memperebutkan hak terhadap tanah dan air.
Kekuatan fisik sering digunakan untuk mengatasi perselisihan ini karena tidak ada cara lain untuk menyelesaikan pertengkaran antara komunitas gaukeng ini.
Menurut tradisi lisan, pada tahap ini, muncullah Tomanurung (Bugis)/ Tumanurung (Makassar), “Orang yang turun (dari Dunia Atas)”.
Tanpa merujuk secara khusus pada I La Galigo, tradisi lisan dan tulis Bugis Makassar kemudian mengaitkan episode terakhir yang terkenal dari epos ini dengan datangnya Tomanurung sebagai pemimpin untuk menjaga kedamaian dan ketertiban pada wilayah tersebut. (Hmk)