Keluhan masyarakat terkait kondisi ini tak terbendung lagi. Sri Mulia, warga Kelurahan Berua, Kecamatan Biringkanaya tak lagi bisa berkata-kata dengan pemadaman listrik ini.
Saking kesalnya dengan pemadaman, ia lalu mengibaratkan mati lampu dengan orang meninggal dunia.
"Saya punya bayi, rumah panas dan pengap, listrik mati. Lengkap penderitaan. Mati lampu ini seperti orang meninggal, nyawanya diambil Tuhan. Kita disuruh pasrah dan ikhlas. Kalau nyawa kan gratis, makanya kita diminta ikhlas. Lah kalau listrik ini kita bayar, terus kalau mati lampu kita disuruh ikhlas saja begitu?" Kesal Sri.
Perasaan serupa juga dialami Anton, warga Daya. Karena pemadaman yang kerap terjadi di malam hari, anak-anaknya harus belajar mengerjakan pekerjaan rumah (PR) dengan penerangan lilin.
"Ini kita seperti kembali ke zaman batu. Listrik mati terus, tapi tetap bayar mahal tiap bulan," keluh Anton.
Hari ini, Kamis (23/11/2023), PLN Unit Induk Distribusi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat (UID Sulselrabar) mengumumkan pemadaman dikakukan di titik tertentu dengan durasi rata-rata empat jam. Mulai pukul 08.00 sampai 23.00 WITA.
PLN menyebut, pemadaman dilakukan karena kekeringan yang berdampak pada debit air. Sehingga berpengaruh pada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH).
“Maka perlu dilaksanakan Manajemen Beban Listrik yang pada beberapa lokasi,” kata Manager Komunikasi dan TJSL PLN UID Sulselrabar Ahmad Amirul Syarif dikutip dalam keterangan resmi.