FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah memutuskan mekanisme debat kandidat Pilpres 2024. Dalam hal ini, Cawapres tidak berdebat secara mandiri tetapi didampingi Cawapres. Sehingga, hal ini dianggap sebagai tindakan berlebihan dari KPU.
Pengamat Politik Universitas Muhammadiyah Makassar, Andi Luhur Prianto menilai, kondisi ini cukup disayangkan. Sebab di dalam langgam politik elektoral sepeti ini, semua sangat tergantung pada pengolahan selanjutnya.
”Dalam langgam politik elektoral, sangat bergantung pada pengolahan selanjutnya. Mungkin pihak yang ingin dilindungi justru akan mengalami viktimisasi. Semakin melegitimasi stereotyping lemahnya performa Public Speaking dan nirgagasan,” jelasnya.
Lebih lanjut dia menilai, untuk menghadapi debat ini setiap Cawapres masih punya waktu untuk mempersiapkan diri. Setidaknya dalam hal mempermatang isu dan materi yang akan dibawa pada saat debat.
”Padahal jika ada slot debat, masih ada waktu berlatih dan ada konsultan yang bisa mengarahkan untuk peningkatan performa. Tapi apapun itu, pemilih dan warga negaralah yang sebenarnya paling dirugikan dari keputusan KPU ini. KPU telah Gagal mendorong demokrasi yang lebih substantif,” tegasnya.
Kata Luhur, dalam menentukan mekanisme debat ini, KPU dinilai sudah melampaui regulasi Pemilu yang ada. Sebab idealnya, KPU harus mewadahi Cawapres juga untuk menyampaikan gagasan yang bisa menjadi pertimbangan masyarakat dalam menentukan pilihannya.
”Ini memang hal yang disayangkan. Bahkan mekanisme debat dari KPU ini sudah di level melampaui regulasi Pemilu. Idealnya Pilpres dari waktu ke waktu semakin menampilkan politik gagasan, bukan gimmick semata. Itu bagian dari peningkatan kualitas berdemokrasi, agar pemilih mengetahui Capres dan Cawapres pilihannya,” tuturnya.