Apalagi melihat ambisi pemerintah jadi negara maju di 2024. Ia memprediksi akan terjadi lonjakan kebutuhan listrik yang besar.
“Untuk menjadi negara maju di 2045 , setidaknya konsumsi energi akan berada dikisaran lebih dari 4500 kWh/kapita. Itu kita bisa lihat contoh sederhana, dalam kebutuhan listrik RT seperti penggunaan AC, kompor, transportasi listrik, dan lain-lain,” terangnya.
Melihat kondisi geografis di Sulselrabar, menurutnya PLTN adalah pilihan yang tepat. Karena tidak bergantung pada cuaca seperti PLTA dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB).
“Selain PLTN bersih, juga tidak intermitten. Serta jauh lebih stabil dari pembangkit lainnya,” usulnya
Ia mencontohkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Energi terbarukan yang mengandalkan panas itu menurutnya tidak cocok untuk di Sulselrabar.
“Panel Surya banyak problem, selain intermitten juga diperlukan areal lahan yang luas, jika pun menggunakan storage, nampaknya tetap masih akan sulit memenuhi pasokan listrik di era ekonomi semakin baik,” imbuhnya.
“Radiasi matahari di Indonesia tidak sepanjang tahun. Faktanya ada musim penghujan, dan itu bisa 3 bulan berturut-turut seperti di Makassar yang memiliki iklim muson,” tambahnya.
Baginya, bukan tidak mungkin PLTN diterapkan di Indonesia. Bahan bakunya bisa diambil dari uranium yang ada di Sulawesi Barat (Sulbar).
“Iya. Segi bahan bakar nuklir, Sulbar memiliki potensi uranium terbesar di Indonesia sesuai dengan hasil studi yang dilakukan BATAN (Badan Tenaga Nuklir Indonesia),” ucapnya.