Dalam kesempatan itu, Bagja juga menegaskan, kewenangan pengawasan Bawaslu hanya terbatas pada nomor rekening yang didaftarkan para peserta pemilu. Adapun rekening di luar itu, menjadi kewenangan aparat penegak hukum lainnya.
Sementara itu, Humas PPATK M Natsir Konga mengatakan pihaknya siap mendukung kerja Bawaslu. Terkait dengan data lanjutan, PPATK siap memberikan ke Bawaslu mengenai detail rincian hasil analisis itu guna pendalaman lebih lanjut. Termasuk ke aparat penegak hukum yang tergabung dalam Gakkumdu. "Kami siap memberikan," paparnya.
Saat ini PPATK terus mengumpulkan laporan yang masuk terkait transaksi mencurigakan. Disinyalir digunakan untuk kepentingan politik di Pemilu 2024. Natsir mengatakan, laporan terkait transaksi tak wajar itu banyak berasal dari penyedia jasa keuangan (PJK).
Namun, dia menilai data yang sudah diserahkan saat ini sudah cukup sebagai data awal yang komprehensif untuk memahami peta aliran uang.
"Yang dapat berpotensi menganggu proses demokrasi kita serta potensi masuknya data ilegal," jelasnya pada Jawa Pos kemarin.
PPATK membantah jika data tersebut sebagai mentah. Sebab, data yang diberikan sudah diolah sesuai dengan mekanisme kredibel dan akuntabel.
"Kami tidak pernah menyerahkan data mentah. Semua diolah sebelum diserahkan," paparnya.
Terpisah, Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati mengatakan kasus transaksi janggal sudah menjadi fenomena gunung es. Setiap kali perhelatan pemilihan digelar, itu tersebut selalu muncul.