Menurut Nana, penjemputan semacam itu bagian protokoler ketika ada pejabat dari pusat yang datang. Baik itu menteri, kepala lembaga, Ketua MPR, Ketua DPR dan juga Presiden maupun Wakil Presiden.
“Kami dalam hal ini hanya sebatas menjemput, kami tidak pernah melakukan atau mengikuti kegiatan-kegiatan lanjutan. Memang di situ disampaikan (dinarasikan) mengikuti kampanye, bajunya juga seragam, baju saya waktu itu kan warna abu-abu, bukan warna biru dan hanya sebatas itu,” bebernya.
Pengamat komunikasi politik dari Nusakom Pratama Institut, Ari Junaedi, mengaku tidak heran dengan penjemputan Prabowo Subianto oleh Nana Sudjana. Kata Ari, Nana Sudjana sudah menunjukkan keberpihakannya.
Namun, ia tidak heran dengan hal ini. Sebab, menurutnya, itu sudah diskenariokan oleh Presiden Joko 'Jokowi' Widodo, di mana anak sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, merupakan cawapres Prabowo.
"Sebagai penjabat gubernur yang harus netral dan independen, kedatangan Nana Sudjana tidak bisa dibenarkan. Ini membuat miris dengan ketidakprofesionalannya," ujarnya.
Menurut Ari, Nana seharusnya bisa mendahulukan kepentingan publik ketimbang kepentingan sempit dalam dukung mendukung Capres. Ari menegaskan, Nana Sudjana digaji dan menikmati fasiliats sebagai Pj Gubernur Jateng dari uang rakyat.
"Dia lupa, yang mengangkat dirinya bukan semata karena Jokowi, dirinya bisa menikmati fasilitas negara karena uang rakyat. Bukan uang dari Jokowi atau Prabowo," sergah Ari Junaedi
Dalam amatan pengajar program pascasarna di berbagai universitas ini, cara-cara Nana sudah terpolakan dan mirip dengan cara-cara penjabat gubernur yang lain seperti di Jakarta, Bali, Jawa Barat dan lain-lain yang begitu 'wellcome' dengan Paslon Prabowo-Gibran. Namun, urang akomodatif dengan paslon lain.