Sebab, kata Wulandari, dengan mengetahui posisi keuangan usaha merupakan salah satu faktor yang bisa memberikan informasi kepada pengusaha untuk menentukan pengembangan usaha, baik dengan melakukan inovasi maupun strategi pemasaran untuk ekspansi usahanya maupun melakukan efisiensi dalam penggunaan sumberdaya. Selain itu, dengan memiliki laporan yang memadai maka bisnis akan lebih dianggap kredibel dan mendukung dalam kemudahan dukungan permodalan dari para investor maupun kreditur.
“Pencatatan keuangan ini perlu bagi UMKM, karena bagaimana pengusaha bisa tau apakah bisnisnya dalam posisi laba, rugi, atau impas? Ya dengan mencatat, tidak cukup dengan insting semata. Kesalahan yang seringkali dan banyak dilakukan olek UMKM itu sebatas menggunakan insting dalam memperkirakan posisi keuangan usahanya dan mencampur antara uang usaha dengan uang pribadi”, lanjut Wulandari.
Menanggapi hal ini, penting untuk meningkatkan kesadaran UMKM, salah satunya dengan memberikan edukasi berkelanjutan mengenai pencatatan keuangan. Tentu tidak mudah bagi masyarakat awam yang memiliki pengetahuan yang kurang di bidang keuangan untuk melakukannya, tetapi dengan edukasi dasar-dasar keuangan dan bantuan kecanggihan teknologi di bidang keuangan, yaitu semakin banyaknya aplikasi pencatatan keuangan bisnis baik yang berbayar maupun gratis yang bisa dimanfaatkan oleh UMKM.
Dalam rangkaian pengabdian masyarakat ini, dosen dan asisten mahasiswa dari Departemen Ilmu Administrasi Fiskal juga memberikan materi perpajakan penghasilan bagi UMKM beserta pengenalan aplikasi digital perpajakan. Dalam satu decade ini pemerintah memberikan perhatian khusus bagi UMKM dalam pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakannya, bagaimana menempatkan UMKM dalam sistem perpajakan dengan memfasilitasi berbagai kemudahan administrasi perpajakan bagi sektor ini. Diawali oleh Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 (PP 46/2013), yang kemudian diubah dan disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 (PP 23/2018).