Sebagai contoh, apabila mutasi pemberhentian ASN, atau pengembalian jabatan, bila dampaknya pada anggaran di APBD, maka wajib secara hukum untuk tidak mengambil kebijakan atau keputusan secara sepihak tanpa konsultasi kepada pejabat pusat yang mengangkatnya.
"Hal ini berbeda dengan gubernur yang dipilih melalui Pilkada, dapat mengambil kebijakan atau keputusan secara mandiri berdasarkan kewenangan desentralisasi (dalam kerangka otonomi daerah). Kecuali kewenangan dekonsentrasi dan medebewind (tugas pembantuan), maka wajib dikonsultasikan oleh karena secara hierarkis Mendagri adalah atasan kepala daerah bersangkutan," ulasnya.
Pemberhentian dan pengembalian jabatan akan berdampak pada penganggaran APBD. Terutama pada triwulan pertama dan kedua pelaksanaan APBD, sehingga atas hal tersebut dengan persetujuan DPRD, maka harus disusun pada APBD Perubahan.
"Artinya, suatu kebijakan yang strategis berdampak luas terhadap sosial ekonomi kemasyarakatan dan penganggaran di APBD, tidak begitu saja dapat dilakukan dengan suatu kebijakan. Apalagi kedudukan hukum Pj Gubernur yang ditunjuk dan diangkat oleh pejabat pusat, berbeda dengan gubernur yang dipilih berdasarkan pemilihan kepala daerah," pungkasnya.(*/fajar)