FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-- Wakil Rekor 1 Universitas Negeri Makassar (UNM) Prof Hasnawi Haris sepakat memerangi money politic. Jika serius, harus dibersihkan dulu di lingkungan penyelanggara pemilu, Bawaslu dan KPU.
Menurutnya, money politic itu terjadi karena ada hasil dari input sebelumnya.
Namun, menurutnya, money politic sudah menjadi kultur dan budaya. Tidak bisa dihilangkan, sebab masyarakat juga butuh minyak, sembako, dan uang.
Ketika partai politik tidak mampu menjalankan fungsi mengedukasi masyarakat, maka tidak akan mungkin dapat diselesaikan masalah ini.
"Kita akan menunggu berpuluh puluh tahun kemudian kalau ini tidak nyambung," jelasnya
Mantan Dekan Fakuktas Ilmu Sosial (FIS) UNM itu menyebut, salah satu cara menghentikan politik uang bisa menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
"Katakanlah misalnya money politic itu Rp200 ribu dan pemilih 80 ribu. Maka Rp80 ribu kali Rp200 ribu,
hanya Rp16 miliar," katanya.
Jika begitu, masyarakat akan bergembira ketika mau pemilu atau pilkada karena mendapatkan itu. Namun, ia menekankan bahwa ini bisa dilakukan dengan catatan konsistensi penyelanggara dalam pengawasan bahwa tidak
ada money politic di situ.
"Kalau itu bisa digunakan maka aman. Secara nasional memang besar, tetapi kalau pakai APBD setiap kabupaten maka kecil. Kalau ini dilakukan maka pelan-pelan bisa diselesaikan (masalah money politic)," katanya.
Sulit Ditindak
Koordinator Divisi Partisipasi Pemilih (Parmas) dan Sosialisasi, Pendidikan, dan Partisipasi Masyarakat (Sosdiklih) KPU Sulsel Hasruddin Husain, mengatakan caleg atau cakada yang merupakan aktor intelektual politik uang itu sulit ditindaki.