FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Marsekal Madya TNI Purnawirawan Henri Alfiandi menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Militer Tinggi II-08, Jakarta Timur.
Mantan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (BNPP) atau Basarnas itu didakwa menerima suap Rp8,65 miliar.
Uang sebanyak itu diterima oleh Henri untuk beberapa proyek pengadaan yang berlangsung selama dia bertugas sebagai kepala Basarnas.
Dalam sidang tersebut, Oditur Militer Tinggi Laksamana Madya TNI Wensuslaus Kapo membacakan surat dakwaan. Dia menyampaikan bahwa uang suap yang diterima oleh Henri berasal dari dua orang.
Masing-masing dari Direktur Utama CV Pandu Aksara dan PT Kindah Abadi Utama bernama Roni Aidil serta Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati dan PT Bina Putera Sejati bernama Mulsunadi Gunawan. Dalam perkara yang menjerat Henri, keduanya berstatus sebagai saksi 9 dan saksi 10.
Melalui surat dakwaan yang dibacakan dalam sidang terbuka kemarin, Oditur Militer Tinggi menyampaikan bahwa Roni dan Mulsunadi menyuap Henri dalam proyek pengadaan alat pendeteksi reruntuhan pada 2022 dan 2023. Dalam sidang yang sama terungkap bahwa suap itu disebut dana komando.
”Bahwa total dana komando yang diberikan saksi 9 dan saksi 10 kepada terdakwa selama terdakwa menjabat kabasarnas sebesar Rp 8.652.710.400,” ungkap Oditur Militer Tinggi.
Berdasar surat dakwaan tersebut, suap itu diberikan oleh Roni dan Mulsunadi atas permintaan Henri sebagai Kepala Basarnas.
”Dengan harapan saksi 9 dan saksi 10 diberikan kepercayaan untuk mengerjakan proyek-proyek yang akan datang,” tutur Oditur Militer Tinggi.