Peringatan Bawaslu ke Kepala Daerah, Jangan Coba Mutasi Jelang Pilkada

  • Bagikan
Ketua Bawaslu Sulsel, Mardiana Rusli

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR--Kepala daerah yang mau maju ke Pilkada 2024 diminta tak melakukan mutasi. Efeknya bisa digugurkan dari pencalonan hingga potensi pidana.

Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Sulsel dan kabupaten kota sudah mengimbau kepada kepala daerah untuk tidak melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon.

Jadwal awal dan akhir pada hari Minggu, 22 September 2024 sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri, terhitung sejak tanggal 22 Maret 2024.

"Kita sudah mengimbau dan direspons baik dari Pak Pj. Semua Bawaslu di 24 kabupaten kota dan mengingatkan kepada kepala daerah yang mau maju untuk tidak melakukan mutasi," jelas Ketua Bawaslu Sulsel, Mardiana Rusli, Jumat, 19 April.

Imbauan Bawaslu tersebut kata dia, untuk memastikan Pilkada sebagai perwujudan sistem ketatanegaraan yang demokratis dan berintegritas demi menjamin konsistensi dan kepastian hukum serta Pemilihan Umum yang efektif dan efisien di wilayah Sulsel.

"Ini bagian menjalankan tugas pencegahan pelanggaran dan sengketa proses pilkada," ungkapnya.

Bawaslu Bone juga sudah mengeluarkan imbauan larangan mutasi ke Bupati Bone. Larangan ini pun telah sesuai dengan Pasal 71 ayat 2 UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada.

"Itu sejak dua minggu lalu kami surati ke Pj (Bupati)," ujar Ketua Bawaslu Bone, Alwi.

Soal pengawasan kata Alwi, ini sudah jelas dalam UU yaitu, enam bulan sebelum penetapan paslon seluruh kepala daerah dilarang melakukan mutasi lantaran berpotensi sarat dengan kepentingan. Bukan hanya itu, UU juga telah mengatur mengenai sanksi bagi kepala daerah dengan tegas.

Pejabat bisa dijatuhi pidana sesuai dengan Pasal 71 ayat (2) atau Pasal 162 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600 juta (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp 6 juta (enam juta rupiah). "Jadi jelas tidak boleh lakukan mutasi, kecuali ada izin dari Menteri Dalam Negeri," tegasnya.

Arena Politisasi

Pengamat Politik Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Andi Luhur Priyanto mengatakan, larangan mutasi jelang pilkada diatur dalam regulasi. Sudah eksplisit kewenangan kepegawaian termasuk larangan mutasi bagi kepala daerah atau Pj kepala daerah. Termasuk ancaman sanksi bagi kepala daerah maupun pj kepala daerah yang tetap melakukan pergantian pejabat.

Secara normatif, limitasi waktu enam bulan untuk melakukan mutasi berarti tanggal 22 Maret 2024 adalah batas akhir bagi kewenangan kepala daerah atau Pj kepala daerah untuk melakukan mutasi mandiri.

Setelah tanggal 22 Maret 2024, mutasi boleh dilakukan, tetapi harus memperoleh persetujuan menteri. Persetujuan menteri pun bisa sangat politis, sehingga regulasi ini tidak cukup melindungi masa depan karier ASN dari penetrasi politik.

"Secara prinsip, mekanisme mutasi terus menjadi arena politisasi. Dedikasi dan loyalitas pada pimpinan, termasuk jika pimpinan memiliki agenda politik bisa menjadi indikator untuk memperoleh atau mempertahankan jabatan. Aspek meritokrasi belum menjadi nilai utama sehingga mutasi-mutasi jelang Pilkada sangat politis," kata Luhur, Jumat, 19 April.

Pengamat politik UINAM, Prof Firdaus Muhammad menyebutkan, mutasi jelang pilkada harus dihindari kecuali alasan tertentu terkait kinerja, prestasi atau sebaliknya. Mutasi jelang pilkada rawan dipolitisasi, dimanfaatkan atau dianggap ancaman.

Pejabat atau birokrat harus fokus pada pekerjaannya dan bebas dari tekanan politik atau justru jadi pemain politik. Bawaslu RI sendiri sudah menegaskan bahwa kepala daerah dilarang mengganti pejabat menjelang Pilkada 2024, terhitung sejak 22 Maret 2024. (*/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan