Perbedaan itu terletak pada bagian atapnya, di mana tetangga sekelilingnya memakai bentuk limas yang sisi jalur airnya ke arah luar bangunan, Hadi membuat atap rumahnya dicondongkan ke tengah bangunan di atas lantai dua tanpa talang.
Hal tersebut, untuk membuat air hujan yang ada di atap, terpusat di atas tengah bangunan yang dibuat memungkinkan untuk menampung air agar tidak tumpah ke bawah, kemudian disalurkannya ke tangki-tangki yang ada di halaman depan untuk menjalani tugas selanjutnya.
"Jadi saya menggunakan konsep Rain Water Harvest (Panen Air Hujan) dengan titik kuncinya adalah atap yang terpusat. Dengan sistem ini, saya bisa katakan bahwa tidak ada setitik pun air dari limpasan hujan ke luar dari rumah saya, yang artinya ini memiliki fungsi konservasi air tanah," ujar Hadi, dikutip dari ANTARA.
Dengan konsep Rain Water Harvesting, dia berhasil menciptakan rumah tanpa limpasan air, atau zero run-off, bahkan menggunakan kembali air hujan untuk keperluan sanitasi.
Melalui penggunaan teknik rekayasa yang cermat, lahan Hadi memiliki daya resap dan kelolaan air hujan yang optimal, dengan memanfaatkan atap rumah untuk menampung dan menyaring air hujan, serta mengalirkannya ke tangki-tangki bawah tanah untuk digunakan kembali.
Di samping itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga telah menginisiasi program "Hansip Cai" yang bertujuan untuk menahan, menyimpan, dan mencadangkan air hujan sebagai bagian dari mitigasi banjir.
Namun, untuk mencapai hasil yang nyata dalam mengatasi masalah banjir, diperlukan kerja sama dari semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan pengembang. Regulasi yang mendukung, insentif bagi penerapan sistem pengelolaan air hujan, dan kesadaran akan pentingnya konservasi air merupakan langkah awal yang penting.