Akibat dari dugaan kejanggalan tersebut, satu peserta memilih menarik karyanya atau mengundurkan diri dari program tersebut.
Peserta yang tidak ingin disebutkan namanya mengaku sudah mengirimkan surat penarikan naskah secara resmi ke panitia.
Dalam surat itu, kata dia, dirinya mengeluhkan tidak adanya informasi soal perubahan juknis saat perpanjangan.
"Tidak ada informasi terkait perubahan juknis dan lain-lain yang seharusnya disampaikan ke publik saat adanya perpanjangan," ujar peserta yang tidak ingin mengungkap identitasnya, Jumat (31/5/2024).
Ia juga mempermasalahkan soal kepesertaannya di kegiatan tersebut sebagai tim, bukan sebagai individu.
"Pada saat pengumuman bahwa cerita kami lolos dalam sayembara ini yang kemudian mengharuskan ikut bimtek, kami mengajukan permohonan untuk diwakili berhubung penulis kami dalam masa ujian akhir semester," sebutnya.
Sebagaimana dalam poin sembilan, kata dia, jika peserta berupa tim, kelompok, atau komunitas, yang mengikuti hanya satu orang perwakilan.
"Jadi kami memilih ilustrator atau penerjemah yang akan mewakili," tukasnya.
Saat melakukan komunikasi terkait perwakilan tim, ia mengungkapkan bahwa ternyata Balai Bahasa Sulselbar memiliki pandangan lain dan melanggar isi juknisnya sendiri.
"Ternyata tidak diperbolehkan oleh panitia dengan alasan telah ada penerjemah terpilih," imbuhnya.
Tidak berhenti di situ, penulis juga mempersoalkan terkait keputusan penerjemahan. Menurutnya, tidak ada informasi di awal mengenai seleksi penerjemahan.
"Tidak ada informasi dari awal terkait adanya seleksi khusus untuk penerjemah. Adapun dalam juknis yang baru direvisi ketika perpanjangan deadline, bagi kami belum cukup jelas. Sistem penyeleksian khusus telah menafikan adanya sistem tim yang pihak Balai Bahasa sendiri telah sampaikan di dalam juknis," ia menuturkan.