JAKARTA - Pengadilan Niaga pada pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggelar Rapat Kreditur Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang dialami oleh warga negara asing (WNA) Singapura sebagai ahli waris PT Krama Yudha Rozita dan Ery.
Kuasa hukum ahli waris PT Krama Yudha, Damian Renjaan mengatakan, rapat digelar untuk mencocok utang-piutang dan karena kliennya sedang sakit seharusnya rapat tersebut ditunda namun terkesan “dipaksakan” untuk tetap lanjut sehingga diserahkan surat pernyataan yang berisi tentang tanggapan atas tagihan Rp1,2 triliun yang diajukan penggugat.
Damian Renjaan mengatakan, kliennya menolak adanya utang karena Akta 78 yang menjadi dasar tagihan adalah pemberian bonus dari alm. Sjarnoebi Said untuk kesejahteraan tiga saudaranya dan satu temannya yang semuanya telah meninggal dunia sehingga kliennya hanya bersedia memberikan kebijaksanaan sekitar 21 miliyar.
"Surat pernyataan yang berisi tanggapan terhadap tagihan yang diajukan sebesar 1,2 triliun. Beliau hanya mau memberikan sekitar 21 Miliar sekian," kata Damian, Selasa (13/8/2024).
Jumlah Rp 21 miliar itu diberikan atas dasar kebijaksanaan yang diberikan oleh kliennya karena pada faktanya tidak ada utang. Surat pernyataan yang telah ditandatangani oleh Ery dan Rozita selaku ahli waris PT Krama Yudha tersebut telah diserahkan kepada forum dalam rapat kreditur.
"Intinya adalah Ibu Rozita dan Pak Ery membantah tagihan sebesar 1,2 triliun. Kemudian atas dasar kebijaksanaan, beliau hanya mau memberikan sebesar 21 Miliar sekian tadi. Itu Pointnya," jelasnya.