"Padahal sebenarnya menurut saya, tidak perlu dihentikan, kalau pemilik ruangan itu tetap mengizinkan, kita tetap bisa melanjutkan acara. Tapi mereka takut dan tidak melanjutkan acara," terangnya.
Abraham juga mengkritik mentalitas sebagian orang yang mudah melupakan dan memaafkan kesalahan pemimpin.
"Penyakit orang Indonesia itu mudah melupakan, kemudian mudah memaafkan," imbuhnya.
Ia menyampaikan kekhawatirannya bahwa setelah Jokowi meninggalkan jabatannya pada 20 Oktober, publik bisa saja melupakan tindakan yang dianggapnya sebagai kejahatan.
"Oleh karena itu saya khawatir bahwa setelah tanggal 20 nanti ternyata kita semua yang ada di ruangan ini, tiba-tiba lupa terhadap kejahatan yang dilakukan Jokowi," jelasnya.
Abraham mengajak semua orang yang hadir dalam ruangan untuk tetap konsisten dan tidak melupakan kejahatan yang dilakukan Jokowi setelah ia turun dari jabatan.
"Kita berkomitmen di ruangan ini, harus konsisten, setelah Jokowi berhenti, dua atau tiga hari setelah itu, kita harus ramai-ramai datang ke KPK atau Kepolisian mengingatkan aparat penegak hukum agar segera melakukan penyelidikan terhadap keluarga Mulyono," tegasnya.
Abraham menekankan bahwa setelah Jokowi lengser, masyarakat harus segera mendesak aparat penegak hukum seperti KPK dan Kepolisian untuk menyelidiki keluarga Mulyono.
Pria kelahiran kota daeng ini bilang, jika keluarga Mulyono tidak diadili, hal itu akan menjadi contoh buruk bagi pemerintahan selanjutnya.
"Kalau keluarga Mulyono tidak diadili, maka saya sangat yakin bahwa Presiden selanjutnya akan melakukan pelanggaran hukum seperti yang dilakukan Jokowi," kuncinya.