Silaturahmi Kebangsaan, Prof Jimly: Jangan Ada Lagi Pembubaran Preman

  • Bagikan
Prof Jimly Asshiddiqie. Foto: Ricardo/JPNN.com

Abraham menyebutkan, saat tragedi di Kemang, ia hadir meski terlambat. "Kebetulan kemarin waktu tragedi di Kemang, saya juga datang. Walaupun saya terlambat," ucapnya.

Abraham menggambarkan kejadian di Kemang, di mana para preman yang hadir dibayar, bahkan disaksikan oleh polisi. "Dan saya melihat waktu selesai para preman itu dibagi-bagikan duit dan di situ ada polisi," tukasnya.

Ia menyaksikan bagaimana acara tersebut dihentikan setelah polisi datang, dan ia menyayangkan bahwa pemilik lokasi acara memilih untuk menyerah pada tekanan.
"Acara terus dilanjutkan, kita lawan. Terus terang kemarin saya kecewa sekali di Kemang, ternyata yang punya hotel itu penakut," sebutnya.

"Ketika polisi datang dan disuruh menghentikan acara, acara itu dihentikan. Itulah yang terjadi kemarin," sambung dia.

Menurut Abraham, tidak ada alasan untuk menghentikan acara jika pemilik tempat tetap mengizinkan acara berlangsung.

"Padahal sebenarnya menurut saya, tidak perlu dihentikan, kalau pemilik ruangan itu tetap mengizinkan, kita tetap bisa melanjutkan acara. Tapi mereka takut dan tidak melanjutkan acara," terangnya.

Abraham juga mengkritik mentalitas sebagian orang yang mudah melupakan dan memaafkan kesalahan pemimpin. "Penyakit orang Indonesia itu mudah melupakan, kemudian mudah memaafkan," imbuhnya.

Ia menyampaikan kekhawatirannya bahwa setelah Jokowi meninggalkan jabatannya pada 20 Oktober, publik bisa saja melupakan tindakan yang dianggapnya sebagai kejahatan.

"Oleh karena itu, saya khawatir bahwa setelah tanggal 20 nanti ternyata kita semua yang ada di ruangan ini, tiba-tiba lupa terhadap kejahatan yang dilakukan Jokowi," jelasnya.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan